Halaman

Selasa, 20 Maret 2012

visi dan misi FAKULTAS TEKNIK UNSERA


VISI :
Menjadi fakultas teknik terbaik dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknik industri, teknik kimia dan teknik sipil yang handal, bermartabat dan berwawasan global.
MISI:
  1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran akademik teknik industri, teknik kimia dan teknik sipil yang profesional.
  2. Menyelenggarakan penelitian yang kreatif dan inovatif mengenai teknik industri, teknik kimia dan teknik sipil untuk menunjang pengembangan pendidikan teknologi.
  3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat secara konsisten dan berkesinambungan.
  4. Mendidik generasi yang siap menghadapi perubahan global dengan menguasai keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi berlandaskan keimanan dan ketaqwaan.
TUJUAN :
  1. Menguasai dasar-dasar ilmiah dan ketrampilan dalam bidang teknologi sehingga mampu menemukan, memahami, menjelaskan, dan merumuskan cara penyelesaian masalah yang ada di dalam kawasan keahliannya.
  2. Mampu menerapkan ilmu teknik dalam kegiatan produktif dan pelayanan kepada masyarakat dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan bersama;
  3. Mampu bersikap dan berperilaku dalam membawakan diri berkarya di bidang teknologi maupun dalam berkehidupan bersama di masyarakat;
  4. Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian yang merupakan keahliannya.
ARAH PENDIDIKAN
Pendidikan Program Sarjana ini, sesuai dengan SK Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 232/U/2000 pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 ayat 2 memiliki tujuan dan arah sebagai berikut:
Pendidikan akademik bertujuan menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dalam menerapkan, mengembangkan, dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian, serta menyebarluaskan dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
FAKULTAS TEKNIK MEMILI PROGRAM STUDI SEBAGAI BERIKUT:
  1. Program Studi Teknik Industri
  2. Program Studi Teknik Kimia
  3. Program Studi Teknik Sipil

TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ORGANISASI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.          Latar Belakang
Setiap organisasi, baik dalam skala besar maupun kecil, terdapat terjadi perubahan-perubahan kondisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal organisasi. Dalam menghadapi perkembangan dan perubahan yang terjadi maka diperlukan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Proses pengambilan keputusan yang cepat dan tepat dilakukan agar roda organisasi beserta administrasi dapat berjalan terus dengan lancar
     Pengambilan keputusan tersebut dilakukan oleh seorang manajer atau administrator. Kegiatan pembuatan keputusan meliputi pengindentifikasian masalah, pencarian alternatif penyelesaian masalah, evaluasi daripada alternatif-alternatif tersebut, dan pemilihan alternatif keputusan yang terbaik. Kemampuan seorang pimpinan dalam membuat keputusan dapat ditingkatkan apabila ia mengetahui dan menguasai teori dan teknik pembuatan keputusan. Dengan peningkatan kemampuan pimpinan dalam pembuatan keputusan maka diharapkan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang dibuatnya, sehingga akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja organisasi.
     Pembuatan keputusan diperlukan pada semua tahap kegiatan organisasi dan manajemen. Misalnya, dalam tahap perencanaan diperlukan banyak kegiatan pembuatan keputusan sepanjang proses perencanaan tersebut. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam proses perencanaan ditujukan kepada pemilihan alternative program dan prioritasnya. Dalam pembuatan keputusan tersebut mencakup kegiatan identifikasi masalah, perumusan masalah, dan pemilihan alternatif keputusan berdasarkan perhitungan dan berbagai dampak yang mungkin timbul. Begitu juga dalam tahap implementasi atau operasional dalam suatu organisasi, para manajer harus membuat banyak keputusan rutin dalam rangka mengendalikan usaha sesuai dengan rencana dan kondisi yang berlaku. Sedangkan dalam tahap pengawasan yang mencakup pemantauan, pemeriksaan, dan penilaian terhadap hasil pelaksanaan dilakukan untuk mengevalusai pelaksanaan dari pembuatan keputusan yang telah dilakukan.
     Hakikatnya kegiatan administrasi dalam suatu organisasi adalah pembuatan keputusan. Kegiatan yang dilakukan tersebut mencakup seluruh proses pengambilan keputusan dari mulai identifikasi masalah sampai dengan evaluasi dari pengambilan keputusan yang melibatkan seluruh elemen-elemen dalam administrasi sebagai suatu sistem organisasi. Artinya dalam membuat suatu keputusan untuk memecahkan suatu permasalahan yang ditimbulkan dari adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam organisasi dibutuhkan informasi yang cukup baik dari internal maupun eksternal organisasi guna mengambil keputusan yang tepat dan cepat.
     Pada akhirnya, kegiatan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat merupakan bagian dari kegiatan administrasi dimaksudkan agar permasalahan yang akan menghambat roda organisasi dapat segera terpecahkan dan terselesaikan sehingga suatu organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif dalam rangka mencapai suatu tujuan organisasi.

1.2.          Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengambilan keputusan ?
2. Apakah tujuan dari pengambilan keputusan?
3. Apakah yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan?
4  Faktor apakah yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan?
5.Apa sajakah jenis-jenis pengmbilan keputusan dalam organisasi?
6. Bagaimana proses pengambilan keputusan itu ?

1.3.          Tujuan
1.      Mengetahui definisi dari pengambilan keputusan.
2.      Mengetahui tujuan pengambilan keputusan.
3.      Mengetahui dasar yang menjadi pengambilan keputusan.
4.      Mengetahui faktor-f aktor pengambilan keputusan.
5.      Mengetahui jenis-jenis pengambilan keputusan.
6.      Mengetahui bagaimana proses pengambilan keputusan.

1.4.          Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi pustaka dan pencarian di internet.

1.5.          Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
1.2.  Rumusan Masalah
1.3.  Tujuan
1.4.  Metode Penulisan
1.5.  Sistematika Penulisan

BAB II ISI
      2.1. Definisi Pengambilan Keputusan
      2.2. Tujuan Pengambilan Keputusan
      2.3. Dasar dan Faktor Pengambilan Keputusan
      2.4. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Pengambilan Keputusan
      2.5. Keputusan Individual dan Kelompok
      2.6. Proses Pengambilan Keputusan

BAB III STUDI KASUS

BAB IV PENUTUP
      4.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN



BAB II
ISI

2.1.         Definisi Pengambilan Keputusan
            Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai ‘apa yang harus dilakukan’ dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
            Keputusan itu sendiri merupakan unsur kegiatan yang sangat vital. Jiwa kepemimpinan seseorang itu dapat diketahui dari kemampuan mengatasi masalah dan mengambil keputusan yang tepat. Keputusan yang tepat adalah keputusan yang berbobot dan dapat diterima bawahan. Ini biasanya merupakan keseimbangan antara disiplin yang harus ditegakkan dan sikap manusiawi terhadap bawahan. Keputusan yang demikian ini juga dinamakan keputusan yang mendasarkan diri pada human relations.
            Setelah pengertian keputusan disampaikan, kiranya perlu pula diikuti dengan  pengertian tentang “pengambilan keputusan”. Ada beberapa definisi tentang pengambilan keputusan, dalam hal ini arti pengambilan keputusan sama dengan pembuatan keputusan, misalnya Terry, definisi pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih ( tindakan pimpinan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang dimungkinkan).
            Menurut Siagian pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
            Dari kedua pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Masalahnya telebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang ada.
           
2.2.         Tujuan Pengambilan Keputusan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam organisasi itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan organisasinya yang dimana diinginkan semua kegiatan itu dapat berjalan lancer dan tujuan dapat dicapai dengan mudah dan efisien. Namun, kerap kali terjadi hambatan-hambatan dalam melaksanakan kegiatan. Ini merupakan masalah yang hatus dipecahkan oleh pimpinan organisasi. Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memecahkan masalah tersebut.

2.3.         Dasar Pengambilan Keputusan
2.3.1. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Intuisi
            Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Sifat subjektif dari keputusuan intuitif ini terdapat beberapa keuntungan, yaitu :
1. Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk memutuskan.
2. Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat kemanusiaan.
            Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang singkat Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya dengan kata lain hal ini diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga hal-hal yang lain sering diabaikan.

            2.3.2. Pengambilan Keputusan Rasional
            Keputusan yang bersifat rasional  berkaitan dengan daya guna. Masalah – masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat yang di akui saat itu.

            2.3.3. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta
            Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan didukung oleh sejumlah fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta perlu dikaitkan dengan istilah data dan informasi. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan secara sistematis dinamakan data. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari data. Dengan demikinan, data harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang kemudian dijadikan dasar pengambilan keputusan.
            Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit.

            2.3.4. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman
            Sering kali terjadi bahwa sebelum mengambil keputusan, pimpinan mengingat-ingat apakah kasus seperti ini sebelumnya pernah terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya ditelusuri melalui arsip-arsip penhambilan keputusan yang berupa dokumentasi pengalaman-pengalaman masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah terjadi sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat apakah permasalahan tersebut sama atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih sama kemudian dapat menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk mengatasi masalah yang timbul.
            Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan pemecaha masalah.

            2.3.5. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Wewenang
            Banyak sekali keputusan yang diambil karena wewenang (authority) yang dimiliki. Setiap orang yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan wewenang untuk mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien.
            Keputusan yang berdasarkan wewenang memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain : banyak diterimanya oleh bawahan, memiliki otentisitas (otentik), dan juga karena didasari wewenang yang resmi maka akan lebih permanent sifatnya.
Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik dictatorial. Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering melewati permasahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau kurang jelas.


2.4.         Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Pengambilan Keputusan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan menurut Terry, yaitu :
a)      Hal-hal yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang emosional maupun yang rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.
b)      Setiap keputusan harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi.
c)      Setiap keputusan jangan berorientasi pada kepentingan pribadi, tetapi harus lebih mementingkan kepentingan organisasi.
d)     Jarang sekali pilihan yang memuaskan, oleh karena itu buatlah altenatif-alternatif tandingan.
e)      Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental dari tindakan ini harus diubah menjadi tindakan fisik.
f)       Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama.
g)      Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
h)      Setiap keputusan hendaknya dilembagakan agar diketahui keputusan itu benar.
i)        Setiap keputusan merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan mata rantai berikutnya.


2.5.         Keputusan Individual dan Kelompok
Pengambilan keputusan dapat dilakukan secara individual atau kelompok, tergantung bagaimana sifat dan corak permasalahannya. Keputusan individual dibuat oleh seorang pemimpin sendirian, sedangkan keputusan kelompok dibuat sekelompok orang. Keputusan kelompok dibedakan dalam :
a)      Sekelompok pimpinan
b)      Sekelompok orang-orang bersama pimpinannya.
c)      Sekelompok orang yang mempunyai kedudukan sama dan keputusan    kelompok
  1. Keputusan yang dibuat oleh seseorang
Kebaikannya antara lain :
1.      Keputusannya cepat ditentukan atau diambil, karena tidak usah menunggu persetujuan dari rekan lainnya.
2.      Tidak akan terjadi pertentangan pendapat
3.      Kalau pimpinan ya ng mengambil keputusan itu  mempunyai kemampuan yang tinggi dan berpengalaman yang luas dalam bidang yang akan diputuskan, keputusannya besar kemungkinan tepat.
Kelemahannya antara lain :
1.      Bagaimana kepandaian dan kemampuan pimpinan tetapi pasti memiliki keterbatasan.
2.      Keputusan yang terlalu cepat diambil dan tidak meminta pendapat orang lain seringkali kurang tepat.
3.      Jika terjadi kesalahan pengambilan keputusan merupakan beban berat bagi pimpinan seorang diri.
  1. Keputusan yang dibuat oleh Sekelompok Orang
Kelebihannya antara lain :
1.      Hasil pemikiran beberapa orang akan saling melengkapi
2.      Pertimbangannya akan lebih matang
3.      Jika ada kesalahan pada pengambilan keputusan tersebut, beban ditanggung secara bersama.
Kelemahannya antara lain :
1.      Ada kemingkinan terjadi perbedaan pendapat
2.      Biasanya memakan waktu lama dan berlarut-larut karena terjadi perdebatan-perdebatan
3.      Rasa tanggung jawab masing-masing berkurang, dan ada kemungkinan saling melemparkan tanggung jawab jika terjadi kesalahan.
Mengenai pembuatan keputusan individual dan kelompok Siagian menyatakan bahwa ada tiga kekuatan yang selalu mempengaruhui suatu keputusan yang dibuat. Tiga kekuatan itu :
1.      Dinamika individu di dalam organisasi
Pengaruh individu dalam organisasi sangat terasa terutama dalam hal ini adalah
pemimpinnya. Seorang pemimpin yang mempunyai kepribadian yang kuat, pendidikan yang tinggi, pengalaman ynag banyak akan memberi kesan dan pengaruh yang besar terhadap bawahannya
2.      Dinamika kelompok orang-orang di dalam organisasi
Dinamika kelompok mempunyai pengaruh besar, oleh karena itu pemimpin hendaknya mengusahakan agar kelompok lebih cepat menjadi dewasa.
3.      Dinamika lingkungan organisasi
Pengaruh lingkungan juga memegang peranan yang cukup penting untuk diperhatikan. Antara organisasi dan lingkungan itu saling mempemgaruhi.

2.6.         Proses Pengambilan Keputusan
Setiap keputusan yang diambil itu merupakan perwujudan kebijakan yang telah digariskan. Oleh karena itu, analisis proses pengambilan keputusan pada hakikatnya sama saja dengan analisis proses kebijakan. Proses pengambilan keputusan meliputi :
  1. Identifikasi masalah
Dalam hal ini pemimpin diharapkan mampu mengindentifikasikan masalah yang ada di dalam suatu organisasi.
  1. Pengumpulan dan penganalisis data
Pemimpin diharapkan dapat mengumpulkan dan menganalisis data yang dapat membantu memecahkan masalah yang ada.
  1. Pembuatan alternatif-alternatif kebijakan
Setelah masalah dirinci dengan tepat dan tersusun baik, maka perlu dipikirkan cara-cara pemecahannya. Cara pemecahan ini hendaknya selalu diusahakan adanya alternatif-alternatif beserta konsekuensinya, baik positif maupun negatif. Oleh sebab itu, seorang pimpinan harus dapat mengadakan perkiraan sebaik-baiknya. Untuk mengadakan perkiraan dibutuhkan adanya informasi yang secukupnya dan metode perkiraan yang baik. Perkiraan itu terdiri dari berbagai macam pengertian:
    • Perkiraan dalam arti Proyeksi
Perkiraan yang mengarah pada kecenderungan dari data yang telah terkumpul dan tersusun secara kronologis.
    • Perkiraan dalam arti prediksi
Perkiraan yang dilakukan dengan menggunakan analisis sebab akibat.
    • Perkiraan dalam arti konjeksi
Perkiraan yang didasarkan pada kekuatan intuisi (perasaan). Intuisi disini sifatnya subjektif, artinya tergantung dari kemampuan seseorang untuk mengolah perasaan.
  1. Pemilihan salah satu alternatif terbaik
Pemilihan satu alternatif yang dianggap paling tepat untuk memecahkan masalah tertentu dilakukan atas dasar pertimbangan yang matang atau rekomendasi. Dalam pemilihan satu alternatif dibutuhkan waktu yang lama karena hal ini menentukan alternative yang dipakai akan berhasil atau sebaliknya.
  1. Pelaksanaan keputusan
Dalam pelaksanaan keputusan berarti seorang pemimpin harus mampu menerima dampak yang positif atau negatif. Ketika menerima dampak yang negatif, pemimpin harus juga mempunyai alternatif yang lain.
  1. Pemantauan dan pengevaluasian hasil pelaksanaan
Setelah keputusan dijalankan seharusnya pimpinan dapat mengukur dampak dari keputusan yang telah dibuat.



BAB III
STUDI KASUS

Kasus yang menimpa Bibit dan Chandra pada saat ini sedang menjadi sorotan public. Semua lapisan masyarakat mulai dari masyarakat sipil, kalangan akademis hingga kalangan elit politik membicarakan kasus tersebut. Kasus ini melibatkan pihak-pihak yang berada pada posisi-posisi strategis dalam ranah hukum di Indonesia yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), POLRI, dan Kejaksaan Agung. Semakin hari kasus ini terus berkembang hingga menyebabkan masyarakat memiliki persepsi bahwa kasus tersebut melibatkan institusi bukan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Kisruh ini dapat diibaratkan seperti benang kusut. Antara Polri dan KPK pun terus saling menjatuhkan dan merasa berada di pihak yang benar. Kasus ini menuai banyak menuai pro dan kontra, banyak orang yang menaruh simpati pada Bibit-Chandra. Mereka menganggap bahwa kasus ini adalah sebuah konspirasi untuk menjatuhkan atau upaya untuk melemahkan KPK yang selama ini aktif memburu para koruptor di negeri ini.
            Karena kasus tersebut tak kunjung selesai dan semakin berlarut-larut, membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kepala Negara ikut mencoba menyelesaikan masalah ini dengan menggunaakan wewenangnya untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF). KEPUTUSAN Presiden untuk membentuk tim independen tersebut merupakan hasil pertemuan antara presiden dengan tokoh masyarakat pada hari Minggu (1/11) malam di wisma Negara.
Selain karena wewenang yang dimilikinya, presiden membentuk TPF pun berdasarkan fakta yang ada. Situasi seperti ini tidak baik bagi keberlangsungan KPK sebagai tonggak pemberantasan korupsi dan tidak baik pula untuk kehidupan bangsa dan Negara  karena adanya mistrust dan distrust bukan hanya terhadap hukum di Indonesia tetapi juga kredibilitas Polri, Jaksa, dan KPK. Kemudian selain dua alasan yang melatarbelakangi presiden membentuk TPF, terdapat alasan lainnya yakni berdasarkan rasional yang ada, dimana presiden berharap dengan dibentuknya TPF dapat segera menyelesaikan kasus ini dengan transparan dan public dapat mengetahui fakta yang sesungguhnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1             Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah kami paparkan dalam makalah ini dapat kami simpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu tindakan yang sengaja, tidak secara kebetulan dan tidak boleh sembarangan dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi suatu organisasi. Dimana pengambilan keputusan ini ditanggung dan diputuskan oleh pimpinan organisasi yang bersangkutan dan untuk menghasilkan keputusan yang baik itu sangat dibutuhkan informasi yang lengkap mengenai permasalahan, inti masalah, penyelesaian masalah, dan konsekuensi dari keputusan yang diambil.
            Selain informasi, dalam penyelesaian masalah pun dibutuhkan perumusan masalah dengan baik. Kemudian dibuatkan alternatif-alternatif keputusan masalah yang disertai dengan konsekuensi positif dan negatif. Jika semua hal itu dapat dikemukakan dan dicari secara tepat, masalah tersebut akan lebih mudah untuk diselesaikan.
            Dalam makalah ini kami mengambil contoh kasus  yang menimpa Bibit-Chandra, yang pada intinya Presiden Republik Indonesia mengambil keputusan untuk membentuk Tim Pencari  Fakta (TPF). Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Presiden berdasarkan pada wewenang yang dimiliki, rasional , dan fakta yang terjadi. Hal tersebut sesuai dengan dasar teori pengambilan keputusan.
                                                                 









DAFTAR PUSTAKA

Kasim, Azhar. Teori Pembuatan Keputusan. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI. 1995
Syamsi, Ibnu. Pengambilan Keputusan (Decision Making). Jakarta : Bina Aksara. 1989
www.antaranews.com diakses Senin, 16 November 2009





















LAMPIRAN

Presiden Bentuk Tim Independen Kasus Bibit-Chandra

Sen, Nov 2, 2009
TIM PENCARI FAKTA : Ketua Tim Pencari Fakta Kasus Komisi Pemberatasn Korupsi (KPK) Adnan Buyung Nasution (tengah) didampingi Menko Polhukam Djoko Suyanto dan Anggota tim lainnya menjelaskan kepada wartawan usai mengadakan pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di kantor presiden, di Jakarta, Senin (2/11), Tim yang dibentuk Kepala negara tersebut diberikan waktu 15 hari untuk mencari fakta kasus KPK dan dilaporkan kepada presiden .  ( FOTO ANTARAAli Anwar/hp/09 )
Jakarta ( Berita ) :  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan membentuk Tim Independen untuk memverifikasi fakta hukum kasus pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bibit Samad Rianto-Chandra M Hamzah yang mengundang banyak perhatian publik.
Dalam jumpa pers di Kantor Kepresidenan Jakarta, Senin [02/11], Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, Presiden Yudhoyono, Senin sore segera mengeluarkan Keppres pembentukan Tim Independen tersebut.
Tim Independen itu terdiri atas delapan orang diketuai oleh anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution dengan Wakil Ketua, mantan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan, Sekretaris Tim yaitu Staf Khusus Presiden bidang Hukum Denny Indrayana dan beranggotakan lima orang.
Kelima orang anggota Tim Independen itu adalah Amir Syamsuddin (Guru Besar FHUI), Todung Mulya Lubis (praktisi hukum), Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramdina), Hikmahanto Juwana (Guru Besar FHUI), dan Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta).
Menurut Djoko Suyanto, tim tersebut dapat bekerja kurang dari dua minggu, namun melihat dinamika perkembangan masyarakat yang cukup bergejolak dalam menanggapi kasus Bibit-Chandra, tim itu diharapkan dapat bekerja lebih cepat.
“Kita ini akan melakukan suatu verifikasi, mengecek semua fakta dan proses berjalannya dari awal kasus yang menimpa saudara Bibit dan Chandra,” katanya.
Menurut Menko Polhukam, keputusan membentuk tim indpenden itu dihasilkan dari pertemuan Presiden Yudhoyono dengan tokoh masyarakat pada Minggu (1/11) malam di Wisma Negara. Sebelum jumpa pers, seluruh anggota tim hadir, kecuali Komarudin Hidayat, diterima oleh Presiden Yudhoyono selama sepuluh menit.
“Presien tadi katakan, situasi ini sudah tidak baik untuk kehidupan bangsa dan negara karena adanya ‘mistrust’ dan ‘distrust’ kepada tidak hanya hukum negara kita, tetapi juga kredibilitas polisi, jaksa dan KPK sendiri,” kata Djoko Suyanto.
Tim itu, lanjutnya, akan menghasilkan rekomendasi yang akan diserahkan kepada presiden.
Tim Bekerja Sama Dengan Semua Instansi
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution mengatakan, Tim Independen kasus Bibit-Chandra diberi kewenangan untuk bekerja sama dengan semua instansi dan lembaga pemerintah, guna memverifikasi fakta-fakta hukum kasus tersebut.
“Nantinya, Tim Independen diberi kewenangan untuk bekerja sama dengan semua instansi dan lembaga pemerintah, serta pihak terkait guna memverifikasi fakta-fakta hukum kasus Bibit-Chandra,” katanya ketika mendampingi Menklo Polhukam Djoko Suyanto dalam jumpa pers di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin.
Dalam jumpa pers tersebut, Menko Polhukam mengumumkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan membentuk Tim Independen untuk memverifikasi fakta hukum kasus pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
Tim Independen itu terdiri atas delapan orang yang diketuai oleh Adnan Buyung Nasution dengan Wakil Ketua, mantan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan, Sekretaris Tim yaitu Staf Khusus Presiden bidang Hukum Denny Indrayana dan beranggotakan lima orang.
Kelima orang anggota Tim Independen itu adalah Amir Syamsuddin (Guru Besar FHUI), Todung Mulya Lubis (praktisi hukum), Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), Hikmahanto Juwana (Guru Besar FHUI), dan Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta).
Menurut Adnan Buyung, Tim Independen juga mengharapkan pihak kepolisian kooperatif karena sudah ada gelar perkara. “Dan itu akan menjadi sumber informasi kita,” ujarnya.
Tim, lanjut dia, juga akan mengandalkan sidang lanjutan uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi yang akan memperdengarkan rekaman yang diduga membicarakan rekayasa kasus hukum terhadap Bibit-Chandra.
Dengan dibentuknya tim tersebut, Buyung berharap, publik dapat lebih sabar dalam merespons kasus hukum Bibit-Chandra.
“Marilah kita sama-sama menurunkan ’suhu’ dengan adanya respons presiden yang begitu cepat ini, dari malam sudah ada pertemuan dan siang ini sudah diputuskan dibentuknya Tim.  Masyarakat mohon sabar, beri kami kesempatan untuk bekerja,” katanya.
Adnan menambahkan, semua rapat Tim Independen akan dilakukan di Kantor Kementerian Koordinator bidang Polhukam, dan meski hasil rekomendasi tidak akan dibuka ke publik, namun perkembangan kerja Tim akan selalu diinformasikan ke masyarakat.
Pada Minggu (1/11) malam, hadir pula Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki dalam pertemuan dengan presiden dan sejumlah tokoh itu.
Namun, nama Teten Masduki tidak masuk dalam Tim Independen. “Teten menyatakan ketidaksediaannya masuk dalam Tim, namun ia berjanji untuk tetap membantu,” ujar Buyung. ( ant )

Manajemen Perubahan dalam Sebuah Organisasi


Pendahuluan
Perubahan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Dimulai oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya  perubahan bagi peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan, sampai ke administrasi pemerintahan. Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk  memecahkan masalah yang timbul akibat adanya perubahan.
Berkaitan dengan ini, seorang ahli filsafat Yunani kuno yang bernama Heraclitus pernah berkata bahwa didunia ini tidak ada yang permanen, kecuali perubahan. Pernyataan tersebut kiranya masih mengandung kebenaran sampai saat ini. Dikatakan demikian karena memang pada kenyataannya di dunia ini selalu terjadi perubahan yang mencakup seluruh segi kehidupan baik pada tingkat individu maupun tingkat organisasional. Menarik untuk dicatat bahwa disamping selalu terjadi perubahan di semua segi kehidupan, perubahan dalam satu bidang pasti mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung pada bidang kehudupan yang lainnya. Dengan kata lain, suatu perubahan merupakan dependent variable untuk perubahan di bidang yang lainnya dan oleh karena itu antara satu perubahan dengan perubahan yang lainnya selalu terdapat interelasi dan interdepedensi nyata, meskipun korelasinya mungkin tidak segera dapat dilihat.
Oleh karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi, pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak perlu pula untuk mempunyai keterampilan dan keberanian untuk melakukan perubahan didalam organisasi demi peningkatan kemampuan organisasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dilain pihak Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.

Pengertian Perubahan Manajemen
Perubahan adalah respon terencana atau tak terencana terhadap tekanan-tekanan dan desakan-desakan yang ada. Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama.  Perubahan  dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.
Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan dibidang pelayanan masyarakat adalah peningkatan kesadaran masyarakat akan pelayanan yang berkualitas.
Perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda, dimana setiap tipe memerlukan strategi manajemen perubahan yang berbeda pula.  Tiga macam perubahan tersebut adalah:
a.       Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi;
b.      Perubahan Peningkatan, yang mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi;
c.       Perubahan Inovatif, yang mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.

Tahap-Tahap Manajemen Perubahan
Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya.  Pertama-tama adanya dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar (dorongan eksternal).  Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya tahapan perubahan.  Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1,  yang merupakan tahap identifikasi perubahan, diharapkan seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi.  Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
Tahap 2,  adalah tahap perencanaan perubahan.  Pada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan.  Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya faktor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik.
Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan dimana terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan.  Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan umpan balik.  Untuk melakukan evaluaasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut.  Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan berikutnya.
Sasaran-Sasaran Perubahan
Dalam menganalisa sasaran-sasaran perubahan yang sifatnya organisasional, hendaknya selalu diperhatikan kaitan antara sasaran-sasaran yang ingin dicapai itu dengan tujuan yang hendak dicapai, sepanjang tujuan yang telah ditentukan sebelumnya tidak turut diubah. Memang bukan hal yang mustahil terjadi bahwa tujuan organisasi pun dirasakan memerlukan perubahan, baik dalam arti keseluruhan, maupun komponen tertentu dari tujuan tersebut.
Berikut adalah sasaran-sasaran perubahan tersebut:
a.       Perubahan dalam struktur organisasi
Komponen organisasi yang amat sering dijadikan sebagai salah satu sasaran perubahan organisasional adalah stuktur organisasi. Perubahan dalam struktur organisasi meliputi  :
  1. Perumusan dalam rumusan atau segi-segi tertentu pada tujuan yang telah ditetapkan.
  2. Perubahan dalam mision yang hendak diemban. Seperti misalnya mission suatu Angkatan Bersenjata yang dirumuskan dengan gaya tertentu dalam suasana damai yang perlu diubah apabila negara dalam keadaan perang.
  3. Perubahan dalam rumusan, sifat dan jenis tugas pokok, tugas dan kegiatan operasional.
  4. Perubahan dalam beban kerja yang dipikul oleh organisasi sebagai keseluruhan atau komponen-komponen tertentu dari organisasi.
b.      Perubahan prosedur kerja.
Perubahan dalam bidang prosedur kerja dapat saja terjadi dengan atau tanpa perubahan dalam struktur organisasi. Perubahan dalam prosedur kerja dapat terjadi secara menyeluruh dan mencakup seluruh peroses administrasi, ataupun terjadi secara inkeremental artinya hanya mencakup sebagian proses administrasi. Perubahan prosedur kerja meliputi:
1.      Perubahan prosedur kerja dalam kegiatan investigatif dalam rangka analisa dan perumusan kebijaksanaan. Dalam rangka analisa san perumusan kebijaksanaan, organisasi-organisasi modern melakukan kegiatan investigatif atau dengan kata lain usaha pengumpulan informasi. Jika misalnya suatu organisasi mengambil keputusan untuk mengubah strategi dan caranya memperoleh informasi, keputusan tersebut tentunya mempunyai implikasi dalam bentuk perubahan dalam prosedur kerja untuk memenuhi kebutuhan organisasi akan informasi tertentu.
2.      Perubahan prosedur kerja dalam  perumusan kebijaksanaan. Hal ini berkaitan dengan manajemen dan gaya kepemimpinan para pemimpin organisasi. Artinya, jika seorang pemimipin menerapkan manajemen terbuka dan sifatnya partisipatif, ia akan mengajak bawahannya untuk berperan aktif dalam perumusan kebijaksanaan. Cara dan pendekatan seperti ini mungkin terasa berbelit-belit dan rumit, akan tetapi dipandang dari segi perilaku administratif, jalan inilah merupakan cara yang terbaik. Atau sebaliknya ketika seorang pemimpin menjalankan manajemen yang sifatnya otoriter ia akan menutup partisipasi bawahannya dalam proses perumusan kebijaksanaan tersebut
3.      Perubahan prosedur kerja dalam proses pengambilan keputusan. Sebagaimana halnya dengan proses perumusan kebijaksanaan, proses pengambilan keputusan juga berkaitan dengan manajemen dan gaya kepemimpinan para pemimpin organisasi. Dalam proses pengambilan keputusan perlu dirumuskan secara tegas dan jelas sifat dan bentuk keterlibatan berbagai pihak, termasuk segala perubahan yang dianggap perlu untuk peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja baik di tingkat individual maupun pada tingkat organisasional.
4.      Perubahan prosedur dalam perencanaan. Hal ini berkaitan dengan kepekaan dan sikap tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang diluar organisasi yang pengaruhnya dirasakan dalam pelaksanaan tugas fungsional organisasi. Perubahan-perubahan tersebut berimplikasi terhadap kualitas, jenis dan bentuk informasi yang diperlukan dalam menyusun rencana yang pada gilirannya mungkin menuntut perubahan dalam prosedur kerja. Misalnya, suatu organisasi niaga yang memproduksi mobil mewah. Tiba-tiba terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan harga-harga kebutuhan pokok naik. Sehingga orang-orang terpaksa mempertimbangkan kembali niatnya untuk membeli mobil mewah dan lebih banyak memikirkan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya yang lebih mendesak. Hal ini mengakibatkan organisasi niaga tersebut harus mengadakan penyesuaian tertentu dalam menyusun rencana kerjanya baik dalam rencana produksi, penggudangan, pemasaran dan sebagainya.
5.      Perubahan prosedur kerja dalam pengorganisasian. Hal ini berkaitan dengan perubahan yang bersifat struktural dalam organisasi.
6.      Perubahan perubahan prosedur kerja dalam pergerakan bawahan. Hal ini berkaitan dengan faktor motivasional yang bersifat kebendaan dan non-kebendaan dari para anggota organisasi. Para anggota organisasi akan menerima perubahan yang akan terjadi apabila dalam diri mereka timbul keyakinan bahwa perubahan yang terjadi itu akan menguntungkan atau bahkan merugikannya. Disamping itu pimpinan organisasi memang perlu untuk selalu mencari dan menemukan prosedur baru yang dapat menguntungkan bagi organisasi dan yang memberi kemudahan bagi para anggotanya. Misalnya pada prosedur pembayaran gaji dan upah. Pembayaran gaji dengan cara yang konvensional dengan cara antri di depan loket pembayaran gaji mungkin lebih efisien dan lebih mudah apabila diganti dengan sistem pembayaran transfer via rekening. Hal tersebut diatas dapat mempunyai efek motivasional yang tidak kecil artinya.
7.      Perubahan prosedur kerja dalam melaksanakan tugas operasional. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan, cara kerja dan prosedur kerja operasional yang sudah biasa dipergunakan oleh para petugas operasional yang yang tidak mudah untuk diubah. Masalahnya sering berubah dari masalah yang bersifat teknis menjadi masalah sikap. Contohnya para petani yang tinggal di daerah pedesaan dan hidup dalam lingkungan yan dapat dikatakan tradisional, sudah mempunyai persepsi dan kebiasaan tertentu tentang cara bercocok tanam atau bertani. Persepsi dan kebiasaan tertentu itu bahkan mungkin sudah dianggap sebagai satu-satunya persepsi dan kebiasaan yang benar dan oleh karena itu tidak perlu diubah lagi. Apalagi kalau mengingat bahwa persepsi dan kebiasaan itu telah berlaku turun-temurun di masyarakat. Apabila ada usaha dari pemerintah misalnya untuk mengubah persepsi dan kebiasaan itu tidak mudah dan memerlukan kesabaran, tenaga, biaya, waktu yang tidak sedikit. Umpamanya kebiasaan dalam menyuburkan tanah dengan cara lama yang menggunakan pupuk kimiawi diganti dengan cara menggunakan pupuk organik. Jelaslah bahwa mengubah prosedur kerja operasional tidak tepat apabila hanya dipandang sebagai masalah teknis saja, karena sering yang menjadi penghalang adalah justru sikap mental yang mengakibatkan orang tidak mau atau enggan menerima perubahan. Kareanya, pendekatan yang diperlukan tidak hanya pendekatan teknis, melainkan juga pendekatan psikologis dan perilaku.
8.      Perubahan prosedur kerja dalam hal melakukan pengawasan. Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting artinya dalam meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktifitas kerja. Dengan kata lain, pengawasan amat penting peranannya dalam menghilangkan atau mengurangi pemborosan dan penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, dalam usaha pengumpulan fakta dan data operasional dengan teknologi informasi dapat meningkatkan efisiensi pengawasan yang nantinya akan meningkatkan efisiensi organisasi.

c.       Perubahan Dalam Hubungan Kerja Antar Personal.
Hubungan yang serasi antara semua orang dalam organisasi adalah suatu hal yang sangat penting, oleh karena itu suasana demokratis dan partisipatif perlu dikembangkan dan dipelihara dalam organisasi. Jika organisasi dikelola dengan cara-cara yang otoriter, diktatorial, tertutup dan melalui "tangan besi", organisasi demikian diperkirakan akan gagal dalam pencapaian tujuannya. Oleh karena itu hubungan kerja harus disoroti. Hubungan kerja adalah segala bentuk interaksi personal yang terjadi dalam rangka pelaksanaan tugas baik vertikal maupun horizontal antara anggota organisasi. Hubungan kerja yang serasi itu hendaknya ditumbuhkan dan dipelihara secara melembaga sehingga bentuk dan sifatnya tidak tergantung kepada selera individu tertentu.
Dibawah ini adalah hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam hal perubahan dalam hubungan kerja antar personal:
1.    Loyalitas kelembagaan. Yang perlu ditumbuhkan dalam organisasi adalah loyalitas para anggotanya kepada organisasi bukan kepada orang tertentu, misalnya jika pada waktu tertentu si A menjadi direktur utama perusahaan X, loyalitas yang melembaga adalah loyalitas kepada perusahaan X dan kepada direktur utama, bukan kepada si A secara pribadi. Dengan demikian, apabila terjadi pergantian jabatan direktur utama, dari si A ke si B, tidak sulit bagi anggota organisasi mempertahankan loyalitasnya yang sejak semula memang tidak ditujukan kepada si A secara pribadi.
2.    Kebijaksanaan tentang sifat hubungan kerja hendaknya dinyatakan secara tertulis. Pentingnnya kebijaksaaan tentang hubungan kerja itu dinyatakan secara tertulis terlihat bukan saja dalam rangka kontinuitas, akan tetapi juga agar tidak mudah diubah-ubah untuk memenuhi selera manajerial dari orang-orang tertentu. Misalnya perlu diatur secara tertulis siapa yang berhubungan dengan siapa dan dalam hal apa, mekanisme koordinasi yang berlaku dalam organisasi, cara dan teknik pendelegasian wewenang serta pengaturan hubungan pertanggungjawaban.

Faktor-Faktor yang  Mempengaruhi Perubahan
Setiap perubahan akan memengaruhi siapapun; apakah dia pihak manajemen ataukah anggota organisasi. Perubahan bisa ditanggapi secara positif ataukah negatif bergantung pada jenis dan derajat perubahan itu sendiri. Ditanggapi secara negatif atau dalam bentuk penolakan kalau perubahan yang terjadi dinilai merugikan diri manajemen dan anggota organisasi. Misalnya yang menyangkut  penurunan kompensasi, pembatasan karir, dan rasionalisasi anggota organisasi. Sementara kalau perubahan itu terjadi pada inovasi proses perbaikan mutu maka perubahan yang timbul pada manajemen dan anggota organisasi adalah dalam hal pengetahuan, sikap dan ketrampilan mengoperasikan teknologi baru. Kalau itu terjadi pada perubahan motivasi anggota organisasi staf dalam suatu tim kerja maka perubahan yang semestinya terjadi adalah terjadinya perubahan manajemen mutu sumberdaya manusia. Itu semua tanggapan positif atas terjadinya perubahan.
Untuk mencapai keberhasilan suatu program perubahan maka setiap orang harus siap dan mampu merubah perilakunya. Hal ini sangat bergantung pada apa yang mempengaruhi perilaku dan apa pula yang mendorong seseorang untuk berubah. Faktor-faktor internal yang diduga mempengaruhi perilaku meliputi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan/keyakinan, lingkungan dan visi organisasi. Sementara faktor-faktor  pendorong seseorang untuk berubah adalah kesempatan memperoleh keuntungan nyata atau menghindari terjadinya kerugian pribadi. Beragam Faktor Mempengaruhi Perubahan perilaku  dimaksud diuraikan sebagai berikut.
(1)    Pengetahuan
Pengetahuan merupakan unsur pokok bagi setiap anggota organisasi untuk merubah perilakunya dalam mengerjakan sesuatu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan anggota organisasi semakin mudah dia untuk mengikuti perubahan sesuai dengan tugasnya. Karena itu pengetahuan ditempatkan secara strategis sebagai salah satu syarat penting bagi kemajuan perilaku anggota organisasi. Anggota organisasi yang hanya menggunakan pengetahuan yang sekedarnya akan semakin tertinggal kinerjanya dibanding anggota organisasi yang selalu menambah pengetahuannya yang baru.
(2)    Ketrampilan
Ketrampilan, baik fisik maupun non-fisik, merupakan kemampuan seseorang yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan baru. Ketrampilan fisik dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan fisik, misalnya mengoperasikan komputer, mesin produksi dsb. Ketrampilan non-fisik dibutuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang sudah jadi. Misalnya kemampuan memimpin rapat, membangun komunikasi, dan mengelola hubungan dengan para pelanggan secara efektif. Jadi disitu terdapat hubungan antara proses dan ketrampilan komunikasi antarpersonal. Ketrampilan lebih sulit untuk diubah atau dikembangkan ketimbang pengetahuan. Perubahan ketrampilan sangat terkait dengan pola perilaku naluri (instink). Proses perubahan respon instink anggota organisasi membutuhkan waktu relatif cukup panjang karena faktor kebiasaan apalagi budaya tidak mudah untuk diubah. Misalnya anggota organisasi yang biasanya bertanya pada anggota organisasi dengan ucapan “apa yang manajer inginkan” (kurang sopan) sulit untuk segera berubah menjadi ucapan”apa yang dapat saya kerjakan untuk manajer” atau “bolehkah saya membantu manajer” (lebih sopan).
(3)    Kepercayaan
Kepercayaan anggota organisasi menentukan sikapnya dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilannya untuk mengerjakan sesuatu. Boleh jadi anggota organisasi diberikan pengetahuan dan ketrampilan baru dengan cara berbeda. Namun hal itu dipengaruhi oleh kepercayaan yang dimilikinya apakah pengetahuan dan ketrampilan yang diterimanya akan berguna atau tidak. Dengan kata lain suatu kepercayaan relatif sulit untuk diubah. Jadi kalau  ingin melatih anggota organisasi harus diketahui dahulu kepercayaan yang dimiliki anggota organisasi sekurang-kurangnya tentang aspek persepsi dari kegunaan suatu pelatihan.
(4)    Lingkungan
Suatu lingkungan organisasi mempengaruhi perilaku anggota organisasi apakah melalui pemberian penghargaan atas perilaku yang diinginkan ataukah dengan mengoreksi perilaku yang tidak diinginkan. Lingkungan organisasi seperti keteladanan pimpinan dan model kepemimpinan serta masa depan organisasi yang cerah akan berpengaruh pada derajat dan mutu perubahan perilaku anggota organisasi. “Apa yang organisasi berikan pada anggota organisasi dan apa pula yang organisasi dapatkan”. Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh apa yang bisa diberikan organisasi kepada anggota organisasinya. Semakin tinggi kadar insentif yang diberikan semakin efektif terjadinya perubahan perilaku anggota organisasinya. Sebaliknya organisasi yang tidak efektif  atau gagal  cenderung akan menciptakan perubahan perilaku yang juga tidak efektif.
(5)    Tujuan organisasi
Tujuan organisasi ditentukan oleh kepercayan kolektif dari para pimpinan organisasi dan ini menciptakan lingkungan tertentu. Selain itu tujuan merupakan turunan dari visi masa depan dan sistem nilai organisasi. Pemimpin organisasi yang memiliki visi dan tujuan yang jelas akan menciptakan lingkungan yang mendorong perilaku produktif. Sebaliknya hanya akan menciptakan kebingungan di kalangan anggota organisasi.
Kombinasi dari lima faktor di atas menentukan keefektifan suatu perubahan perilaku anggota organisasi. Dengan pengembangan pengetahuan yang ada anggota organisasi semakin mengetahui atau memahami apa yang dibutuhkan untuk mampu mengerjakan pekerjaannya. Ketrampilan dalam bentuk kemampuan fisik dan non-fisik dibutuhkan agar anggota organisasi mampu mengerjakan pekerjaan yang baru. Kepercayaan menentukan apakah anggota organisasi akan menggunakan ketrampilan dan teknik barunya dalam praktek. Sementara lingkungan organisasi akan menciptakan tujuan organisasi dalam merumuskan standar apa yang bisa diterimanya. Tujuan organisasi itu sendiri ditentukan oleh visi organisasi dan dapat menciptakan lingkungan baru. Selain itu bisa jadi faktor pengaruh menguatnya kecerdasan emosional dan spiritual dari anggota organisasi akan membantu organisasi lebih siap dalam mengelola perubahan.

Pelaku Perubahan
Setidak-tidaknya ada tiga pelaku perubahan yang bisa berperan dalam setiap proses perubahan, diantaranya adalah:
1.      Para pelaku perubahan dengan kekuasaan resmi (legitimacy of change) adalah mereka yang memiliki kekuasaan yang diakui secara formal dan dianggap sah.
2.      Para pendorong dan penganjur timbulnya perubahan (instigators of change) adalah mereka yang memandang perlunya perubahan karena telah membandingkan dan melihat sesuatu yang baik di tempat lain, seperti mereka yang baru kembali dari studi banding.
3.      Para fasilitator perubahan (facilitator of change) adalah mereka yang memiliki kewibawaan dan diakui serta dikenal sebagai pemimpin informal yang memudahkan serta melicinkan proses timbulnya perubahan.
Para pelaku perubahan tersebut diatas memiliki karakteristik dan cirri-ciri sebagai berikut :
1.      Memiliki pemikiran dan ide inovatif, bersemangat dan berani.
2.      Selalu mencari hal-hal baru yang menantang dengan mempertimbangkan resiko yang tidak terlalu tinggi.
3.      Ingin selalu melihat organisasi, masyarakat atau institusinya berkembang maju dan memilii loyalitas yang tinggi serta komitmen yang kuat
4.      Pandai berorganisasi, cerdik dalam berpolitik, mengerti sistem kekuasaan serta batas-batas perubahan yang ingin dilakukan tetapi tidak terkalahkan oleh rintangan dan keterbatasan yang ada.
5.      Dapat menjadi anggota dan pemain tim yang efektif serta gampang dan senang berkawan.

Masalah dalam Perubahan
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.
Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
     Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.
Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.
a.       Penolakan individual
Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan. Penolakan individual dapat terjadi karena hal-hal dibawah ini :
1. Kebiasaan. Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan.
2. Rasa aman. Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.
3. Faktor ekonomi. Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur.
4. Takut akan sesuatu yang tidak diketahui. Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan.
5. Persepsi. Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.
b.      Penolakan Organisasional
Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan yaitu:
1. Inersia struktural. Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil- kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.
2. Fokus perubahan berdampak luas. Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.
3. Inersia kelompok kerja. Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.
4. Ancaman terhadap keahlian. Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar.
5. Ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang telah mapan. Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.
6. Ancaman terhadap alokasi sumberdaya. Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya?.

Strategi Mengatasi Penolakan
Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan yaitu:
1.      Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
2.      Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan
3.      Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.
4.      Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
5.      Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
6.      Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.





Kesimpulan
Dalam kehidupan manusia, perubahan tidak dapat dihindari. Dimulai oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya  perubahan bagi peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan, sampai ke administrasi pemerintahan. Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk  memecahkan masalah yang timbul akibat adanya perubahan. Oleh karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi, pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak perlu pula untuk mempunyai keterampilan dan keberanian untuk melakukan perubahan didalam organisasi demi peningkatan kemampuan organisasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu untuk menghadapi perubahan kita perlu melakukam manajemen perubahan yang berarti upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi.
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.

Referensi
Alamsyah, Kamal. 2004. Perilaku Organisasi dalam Birokrasi Pemerintahan. Pustaka Raja. Yogyakarta
Arsyad, Azhar. 2003. Pokok Pokok Manajemen. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Siagian, Sondang P. 2003. Filsafat Administrasi. Bumi Aksara. Jakarta
Siagian, Sondang P. 1997. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. PT Toko Gunung Agung. Jakarta
Suganda, Dann. 1986. Manajemen Administrasi. Sinar Baru. Bandung
Utomo, Warsito. 2007. Administrasi Publik Baru Indonesia. Pustaka Pelajar. Jakarta
Wicaksono, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Graha Ilmu.Yogyakarta