MAKALAH
MATERI LDKM KE-2
BADAN
EKSEKUTIF MAHASISWA
Penyusun:
MUHAJIRIN
FAKULTAS
TEKNIK
UNIVERSITAS
SERANG RAYA ( UNSERA )
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh
kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun
agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Penting nya Berorganisasi, yang kami
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh
penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat
tentang “ penting nya berorganisasi bagi mahasiswa ”. Walaupun makalah ini
mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi
pembaca.
Penyusun juga
mengucapkan terima kasih kepada pantia BEM FT UNSERA yang telah mengadakan LDKM
selama kurang lebih 2 hari di kota Serang pada tanggal 11 – 12 February 2012,
dengan tema “Membangun mentalitas mahasiswa berkarakter pemimpin”
Semoga makalah ini
dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.
Terima kasih.
Serang, 21
February 2012
Penyusun
( Muhajirin )
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………... i
DAFTAR ISI……………………………………………………………. ii
BAB
I PENDAHULUAN………………………………………………..1
BAB II SEJARAH
BEM FAKULTAS TEKNIK UNSER………….….....5
BAB III AGITASI DAN PROPAGANDA………………………….…....6
3.1
Pengertian Agitasi dan Propaganda…………………………….......6
3.2
Banyak gagasan ke sedikit orang……………………………...........6
3.3 Menyeimbangkan agitasi dengan propaganda secara benar…….........9
BAB IV MANAJEMEN AKSI…………………………………………. ..11
4.1 Peranana mahasiswa…………………………………………….....11
4.2 Latar Belakang dan Tujuan Aksi………………………………........12
4.3 Kode Etik……………………………………………………..........13
4.4 Mekanisme Lahirnya Keputusan Aksi………………………….........13
4.5 Merancang Aksi………………………………………………… ....14
4.6 Perangkat Aksi………………………………………………….......15
4.7 Tips Dan Triks…………………………………………………........17
BAB V MANAJEMEN
ORGANISASI……………………………….......20
5.1
Pembahasan Organisasi ………………………………………..........20
5.2
Struktur Organisasi……………………………………………..........21
5.3
Bentuk-bentuk Organisasi ……………………………………...........22
5.4
Organisasi Formal dan Informal………………………………............25
5.5
Koordinasi (Coordination)……………………………………............27
5.6
Rentang Manajemen (Span of Control)………………………............29
5.7
Lini Dan Staf…………………………………………………….......31
5.8
Sentralisasi Dan Desentralisasi………………………………….........33
5.9
Penyusunan Personalia ( Staffing )……………………………............33
BAB VI TEAM WORK………………………………………………… 34
6.1 Tujuan
Team Work…………………………………………........ 34
6.2 Kerjasama Kelompok dalam Organisasi………………………… 34
6.3 Definisi Kerjasama………………………………………………. 35
6.4 Efektifitas Kelompok……………………………………………. 36
6.5
Kepemimpinan Dalam Membangun Team Work……………….. 37
6.6 Individu sebagai anggota kelompok…………………………….. 37
6.7 Tugas-tugas Unit Kerja Kelompok…………………………........ 38
6.8
Peran Kelompok……………………………………………........ 40
BAB
VII LEADRSHIP……………………………………………..…... 47
7.1
Pengertian
Leadership…………………………………………... 47
7.2
Konsep
Kepemimpinan dalam Kultur………………………….. 43
7.3
Kepemimpinan
dan Manajemen………………………………... 44
BAB
VIII PENUTUP............................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... iv
BAB
I
PENDAHULUAN
Hampir di
setiap perguruan tinggi pasti ada organisasi kemahasiswan,sebagai wahana untuk
meengatualisasikan kreatifitas dan potensi mahasiswa. Berdasarkan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 155/U/1998 tentang
Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, pada Pasal 3 (1)
dijelaskan bahwa di setiap perguruan tinggi terdapat satu organisasi
kemahasiswaan intra perguruan tinggi yang menaungi semua aktivitas
kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswa intra ini dibentuk pada tingkat perguruan
tinggi, fakultas, dan jurusan. Pada Pasal 5 dijelaskan bahwa organisasi
kemahasiswaan intra perguruan tinggi mempunyai fungsi sebagai sarana dan wadah:
Perwakilan mahasiswa tingkat perguruan tinggi untuk menampung dan
menyalurkan aspirasi mahasiswa, menetapkan garis-garis besar program dan
kegiatan kemahasiswaan;
pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan;
komunikasi antar mahasiswa;
1.
Pengembangan potensi jatidiri mahasiswa sebagai insan akademis,
calon ilmuwan dan intelektual yang berguna di masa depan.
2.
Pengembangan pelatihan keterampilan organisasi, manajemen dan
kepemimpinan mahasiswa.
3.
Pembinaan dan pengembangan kader-kader bangsa yang dalam
melanjutkan kesinambungan pembangunan nasional.
4.
Untuk memelihara dan mengembangkan ilmu dan teknologi yang
dilandasi oleh norma-norma agama, akademis, etika, moral dan wawasan
kebangsaan.
Diantara fungsi
organisasi tersebut, fungsi pengembangan keterampilan organisasi dan
kepemimpinan mahasiswa merupakan hal yang penting. Hal ini disebabkan
mahasiswa, selain calon ilmuwan, juga calon pemimpin bangsa di masa depan.
Mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda yang nanti diharapkan
sebagai pemimpin. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan secara matang melalui
organisasi kemahasiswaan. Persoalan yang
dianggap urgen dari kehidupan mahasiswa adalah ketika mereka harus menghadapi
globalisasi yang ditandai dengan tuntutan demokratisasi dan persaingan.
Demokrasi menjadi salah satu tuntutan masyarakat dunia, sebab demokrasi
dianggap sebagai suatu sistem pemerintahan rasional terbaik. Tuntutan terhadap
demokratisasi di Indonesia juga semakin menguat semenjak reformasi. Tuntutan
kebebasan berpendapat, penegakan hukum, perlindungan terhadap HAM, keterbukaan,
merupakan indikator dari demokrasi. Oleh karena pemimpin, dituntut untuk lebih
memahami, dan sekaligus menjalankan prinsip dan nilai-nilai demokrasi.
Meskipun gerakan reformasi tahun 1998 dipelopori oleh mahasiswa, belum semua mahasiswa paham tentang demokrasi. Berbagai konflik antar mereka pada saat pemilihan pimpinan organisasi, demontrasi yang berujung pada tindakan yang anarkis mengindikasikan bahwa belum semua mahasiswa paham tentang demokrasi. Berdasarkan pada kondisi tersebut, salah satu program pendidikan karakter yang dikembangkan di Unsera adalah membangun karakter pemimpin melalui organisasi kemahasiswaan.
Pendidikan karakter pemimpin tersebut ditujukan kepada para elit-elit mahasiswa yang menjadi pengurus organisasi kemahasiswa mulai dari tingkat perguruan tinggi sampai ke tingkat jurusan. Nilai ditanamkan adalah etika politik, yang berkaitan dengan bagaimana mereka memperoleh dan menggunakan kekuasaan, serta bagaimana mereka mensikapi lawan politik dalam proses pemilihan pimpinan organisasi.
Dalam pendidikan ini yang pertama dilakukan adalah merubah paradigma ”menang-kalah” menjadi ”yang terbaik”. Paradigma ”menang-kalah” menganggap bahwa kekuasaan adalah segalanya, dan oleh karena itu harus diperebutkan dengan segala cara. Paradigma seperti ini bukan hanya mendorong tindakan ”marchiavelian”, yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan, tetapi juga menimbulkan konflik yang berkepanjangan diantara sesama mahasiswa. Konflik antara mahasiswa sebagai akibat dari proses pemilihan pimpinan mahasiswa, selain dapat menimbulkan tindakan anarkhis yang dapat menimbulkan kerusakan berbagai sarana, juga menghasilkan budaya yang tidak sesuai dengan etika akademis, yang selalu menghargai perbedaan pendapat dan sudut pandang. Paradigma ”menang-kalah” harus diubah menjadi paradigma ”yang terbaik”, yaitu memilih yang terbaik diantara yang baik. Dengan asumsi bahwa diantara yang baik tentu ada yang terbaik, maka proses pemilihan pimpinan organisasi kemahasiswa dilakukan dengan cara uji publik yang melibatkan seluruh mahasiswa. Dengan paradigma ini, para mahasiswa didorong untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik, tanpa harus merugikan yang lain (fastabikhulqhoirat). Dengan paradigma ini nilai—nilai yang akan dibangun adalah (1) Acievement; mendorong setiap orang untuk menjadi yang terbaik, (2) menghargai prestasi orang lain; (3) ikhlas, dengan memberi kesempatan kepada mereka yang lebih bak, (4) menjaga persatuan dan keutuhan organiisasi kemahasiswaan, (5) lebih mengutamakan kepentingan organisasi (negara) dari pada kepentingan pribadi atau kelompok.
Perubahan paradigma ini dilakukan dengan pendekatan rasionalisasi melalui diskusi-diskusi di kalangan pimpinan organisasi kemahasiswaan (BEM dan DLM) baik ditingkat perguruan tinggi sampai ke tingkat jurusan. Selain itu, upaya untuk membangun karakter pemimpin di kalangan mahasiswa juga dilakukan melalui Latihan Ketrampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM) mulai dari tingkat jurusan atau prodi, sampai ke tingkat perguruan tinggi. Mulai dari LKMM pradasar di tingkat prodi, LKKM dasar di tingkat fakultas, dan LKMM tingkat menengah dan lanjut di tingkat Universitas. Dengan program ini diharapkan para pimpinan organisasi kemahasiswaan menjadi model karakter dari mahasiswa lain.
Meskipun gerakan reformasi tahun 1998 dipelopori oleh mahasiswa, belum semua mahasiswa paham tentang demokrasi. Berbagai konflik antar mereka pada saat pemilihan pimpinan organisasi, demontrasi yang berujung pada tindakan yang anarkis mengindikasikan bahwa belum semua mahasiswa paham tentang demokrasi. Berdasarkan pada kondisi tersebut, salah satu program pendidikan karakter yang dikembangkan di Unsera adalah membangun karakter pemimpin melalui organisasi kemahasiswaan.
Pendidikan karakter pemimpin tersebut ditujukan kepada para elit-elit mahasiswa yang menjadi pengurus organisasi kemahasiswa mulai dari tingkat perguruan tinggi sampai ke tingkat jurusan. Nilai ditanamkan adalah etika politik, yang berkaitan dengan bagaimana mereka memperoleh dan menggunakan kekuasaan, serta bagaimana mereka mensikapi lawan politik dalam proses pemilihan pimpinan organisasi.
Dalam pendidikan ini yang pertama dilakukan adalah merubah paradigma ”menang-kalah” menjadi ”yang terbaik”. Paradigma ”menang-kalah” menganggap bahwa kekuasaan adalah segalanya, dan oleh karena itu harus diperebutkan dengan segala cara. Paradigma seperti ini bukan hanya mendorong tindakan ”marchiavelian”, yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan, tetapi juga menimbulkan konflik yang berkepanjangan diantara sesama mahasiswa. Konflik antara mahasiswa sebagai akibat dari proses pemilihan pimpinan mahasiswa, selain dapat menimbulkan tindakan anarkhis yang dapat menimbulkan kerusakan berbagai sarana, juga menghasilkan budaya yang tidak sesuai dengan etika akademis, yang selalu menghargai perbedaan pendapat dan sudut pandang. Paradigma ”menang-kalah” harus diubah menjadi paradigma ”yang terbaik”, yaitu memilih yang terbaik diantara yang baik. Dengan asumsi bahwa diantara yang baik tentu ada yang terbaik, maka proses pemilihan pimpinan organisasi kemahasiswa dilakukan dengan cara uji publik yang melibatkan seluruh mahasiswa. Dengan paradigma ini, para mahasiswa didorong untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik, tanpa harus merugikan yang lain (fastabikhulqhoirat). Dengan paradigma ini nilai—nilai yang akan dibangun adalah (1) Acievement; mendorong setiap orang untuk menjadi yang terbaik, (2) menghargai prestasi orang lain; (3) ikhlas, dengan memberi kesempatan kepada mereka yang lebih bak, (4) menjaga persatuan dan keutuhan organiisasi kemahasiswaan, (5) lebih mengutamakan kepentingan organisasi (negara) dari pada kepentingan pribadi atau kelompok.
Perubahan paradigma ini dilakukan dengan pendekatan rasionalisasi melalui diskusi-diskusi di kalangan pimpinan organisasi kemahasiswaan (BEM dan DLM) baik ditingkat perguruan tinggi sampai ke tingkat jurusan. Selain itu, upaya untuk membangun karakter pemimpin di kalangan mahasiswa juga dilakukan melalui Latihan Ketrampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM) mulai dari tingkat jurusan atau prodi, sampai ke tingkat perguruan tinggi. Mulai dari LKMM pradasar di tingkat prodi, LKKM dasar di tingkat fakultas, dan LKMM tingkat menengah dan lanjut di tingkat Universitas. Dengan program ini diharapkan para pimpinan organisasi kemahasiswaan menjadi model karakter dari mahasiswa lain.
Mahasiswa yang menjadi
pimpinan BEM maupun DLM di tingkat Fakultas minimal harus pernah mengikuti LKMM
tingkat dasar. Begitu juga mahasiswa yang ingin menjadi pimpinan BEM maupun
DLLM di tingkat universitas harus telah mengikuti LKMM tingkat menengah, atau
minimal telah menikuti LKKM tingkat menengah, Dengan pola ini karakter
kepemipinan mahasiswa akan terbangun, sehingga diharapkan kedepan mereka bisa
menjadi pemimpin-pemimpin yang cerdas, bijak, dan sederhana. Sebagai
implementasi dari nilai-nilai karakter yang telah mereka peroleh dari
matakuliah Pengembangan Kepribadian, pengelaman mereka mengikuti unit-unit
kegiatan kemahasiswaan, dan leatihan keterampilan manajemen, para pimpnan organisasi
kemahasiswaan ini harus bisa menjadi contoh atau model bagi mahasiswa lainnya.
Dengan demikian, selain ada pengendalian diri agar berbuat yanag baik, mereka
juga diawasi oleh mahasiswa lain. Dengan faktor internal dan eksternal inilah
mereka akan menampilkan karakter sebagai mahasiswa yang cerdas, jujur,
bertangggung jawab, dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan maupun teman sejawatnya.
Sebagai bentuk pengarhargaaan dan sekaligus motivasi kepada para mahasiswa, setiap tahun dipilih mahasiswa model terbaik di tingkat universitas maupun fakultas. Kepada mereka yang menjadi mahasiswa model terbaik diberi penghargaan oleh lembaga berupa surat pengharagan dan lainnya. Dengan penghargaan ini diharapkan semakin banyak mahasiswa yang ingin menjadi model karakter.
Sebagai bentuk pengarhargaaan dan sekaligus motivasi kepada para mahasiswa, setiap tahun dipilih mahasiswa model terbaik di tingkat universitas maupun fakultas. Kepada mereka yang menjadi mahasiswa model terbaik diberi penghargaan oleh lembaga berupa surat pengharagan dan lainnya. Dengan penghargaan ini diharapkan semakin banyak mahasiswa yang ingin menjadi model karakter.
BAB
II
SEJARAH
BEM FAKULTAS TEKNIK UNSERA
Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik(BEM FT) di
deklerasikan pada tanggal 5 Juni 2010 yang di sahkan oleh kampus saat SUM KBM
UNSERA 2011. Berdiri atas keinginan dari mahasiswa karena dipandang perlu untuk
menopang kebutuhan mahasiswa. BEM Fakultas Teknik bertugas untuk menampung
aspirasi permasalahan mahasiswa dalam ranah fakultas serta melakukan
pengkaderan/merekrut anggota baru setahun sekali.
Awal
mula ide pendirian BEM Fakultas Teknik yaitu :
1.
Rasa
ingin mandiri dan kesadaran akan perlunya sebuah organisasi yang kedepan dapat
berguna untuk kemajuan FakultasTeknik sendiri.
2.
Adanya
angan – angan setiap pendiri bagi hari kelak.
3.
Ingin
dianggap bahwa mahasiswa FakultasTeknik tidak dipandang sebelah mata.
4.
Bangga
sebagai mahasiswa teknik.
BEM
Fakultas Teknik mempunyai Motto yaitu “kesempatan semata – mata ada bukan
datang dengan sendirinya, tapi datang dari diri kita sendiri”.
Didalam
BEM FakultasTeknik terdapat struktur organisasi yang terdiri atas 4 departemen
yaitu :
1.
DAO
2.
INTELEKTUAL
3.
PENELITIAN
PENGEMBANGAN
4.
INFORMASI
& KOMUNIKASI (INKOM)
BAB III
AGITASI DAN PROPAGANDA
3.1
Pengertian Agitasi dan
Propaganda
Menurut kamus Oxford,
mengagitasi adalah “membangkitkan perhatian (to excite) atau mendorong (stir
it up)”, sedangkan propaganda adalah sebuah “rencana sistematis atau
gerakan bersama untuk penyebarluasan suatu keyakinan atau doktrin.
Definisi ini bukan merupakan titik pijak yang
buruk. Agitasi memfokuskan diri pada sebuah isu aktual, berupaya ‘mendorong’
suatu tindakan terhadap isu tersebut. Propaganda berurusan
dengan penjelasan gagasan-gagasan secara terinci dan lebih sistematis.
Seorang marxis perintis di Rusia, Plekhanov,
menunjukkan sebuah konsekuensi yang penting dari pembedaan ini. “Seorang
propagandis menyajikan banyak gagasan ke satu atau sedikit orang; seorang
agitator menyajikan hanya satu atau sedikit gagasan, tetapi menyajikannya ke
sejumlah besar orang (a mass of people)”. Seperti semua generalisasi
yang seperti itu, pernyataan di atas jangan dipahami secara sangat harfiah.
Propaganda, dalam keadaan yang menguntungkan, bisa meraih ribuan atau puluhan
ribu orang. Dan ‘sejumlah besar orang’ yang dicapai oleh agitasi jumlahnya
sangat tidak tetap. Sekalipun demikian, inti dari pernyataan Plekhanov itu
memiliki landasan yang kuat (sound).
3.2 Banyak gagasan ke
sedikit orang
Lenin, dalam What is to be done,
mengembangkan gagasan ini:
"Seorang propagandis yang, katakanlah,
berurusan dengan persoalan pengangguran, mesti menjelaskan watak kapitalistis
dari krisis, sebab dari tak terhindarkannya krisis dalam masyarakat modern,
kebutuhan untuk mentransformasikan masyarakat ini menjadi sebuah masyarakat
sosialis, dsb. Secara singkat, ia mesti menyajikan “banyak gagasan”,
betul-betul sangat banyak, sehingga gagasan itu akan dipahami sebagai suatu
keseluruhan yang integral oleh (secara komparatif) sedikit orang. Meskipun
demikian, seorang agitator, yang berbicara mengenai persoalan yang sama, akan
mengambil sebagai sebuah ilustrasi, kematian anggota keluarga seorang buruh
karena kelaparan, peningkatan pemelaratan (impoverishment) dsb., dan
penggunaan fakta ini, yang diketahui oleh semua orang, akan mengarahkan
upayanya menjadi penyajian sebuah gagasan tunggal ke “massa”.
Sebagai akibatnya, seorang propagandis bekerja terutama dengan mamakai
bahasa cetak; seorang agitator dengan memakai bahasa lisan."
Mengenai pokok pikiran yang terakhir, Lenin keliru,
karena ia terlalu berat-sebelah. Seperti yang ia sendiri nyatakan, sebelum dan
sesudah ia menulis pernyataan di atas, sebuah surat kabar revolusioner bisa dan
mesti menjadi agitator yang paling efektif. Tetapi ini merupakan masalah
sekunder. Hal yang penting adalah bahwa agitasi, apakah secara lisan atau
tertulis, tidak berupaya menjelaskan segala sesuatu. Jadi kita
menyatakan, dan mesti menyatakan, bahwa para individu buruh tambang yang
menggunakan pengadilan kapitalis untuk melawan NUM adalah buruh pengkhianat,
bajingan (villains), dipandang dari segi perjuangan sekarang ini;
betul-betul terpisah dari argumen umum tentang watak negara kapitalis. Tentu
kita akan mengajukan argumen, tetapi kita berupaya ‘membangkitkan perhatian’,
‘mendorong’, ‘membangkitkan rasa tidak senang dan kemarahan’ terhadap
pengadilan di sebanyak mungkin buruh. Ini mencakup mereka (mayoritas besar)
yang belum menerima gagasan bahwa negara, negara apapun dan
pengadilannya, pasti merupakan sebuah instrumen dari kekuasaan
kelas.
Atau ambil sebuah contoh lain. Lenin berbicara
tentang “ketidakadilan yang amat parah” (crying injustice). Namun,
sebagai seorang pengikut Marx yang mendalam, ia betul-betul mengetahui bahwa
tidak ada ‘keadilan’ atau ‘ketidakadilan’ yang terlepas dari kepentingan kelas.
Di sini, ia menunjuk dan berseru pada kontradiksi antara
konsep ‘keadilan’ (‘justice’ or ‘fairness’) yang dipromosikan
oleh para ideolog masyarakat kapitalis dengan realitas yang
terekspos dalam perjalanan perjuangan kelas. Dan hal itu mutlak benar dari
sudut pandang agitasi.
Seorang propagandis, tentu saja, mesti
menyelidiki secara lebih mendalam, mesti meneliti konsep keadilan, perkembangan
dan transformasinya melalui berbagai masyarakat berkelas yang berbeda, isi
kelasnya yang tak terhindarkan. Tetapi hal itu bukan merupakan tujuan utama
dari agitasi. Para ‘marxis’ yang tidak memahami pembedaan ini menjadi korban
dari ideologi borjuis, menjadi korban dari generalisasi yang lepas dari konteks
waktu (timeless generalisations), yang mencerminkan masyarakat berkelas
yang diidealisasikan. Yang paling penting, mereka tidak memahami secara konkrit
bagaimana sebenarnya sikap kelas buruh berubah. Mereka tidak memahami peran
pengalaman, sebagai contoh, pengalaman tentang peran polisi dalam pemogokan para
buruh tambang. Mereka tidak memahami perbedaan antara agitasi dan propaganda.
Kedua hal itu penting, sangat diperlukan, tetapi
keduanya tidak selalu bisa dikerjakan. Agitasi memerlukan kekuatan yang lebih
besar. Tentu saja seorang individu terkadang bisa mengagitasi sebuah
keluhan tertentu secara efektif, katakanlah, keluhan mengenai
kurangnya sabun atau tissue toilet yang layak di sebuah tempat kerja tertentu,
tetapi sebuah agitasi yang luas dengan sebuah fokus yang umum tidaklah
mungkin tanpa sejumlah besar orang yang ditugaskan dengan pantas untuk
melaksanakannya, tanpa sebuah partai.
Jadi apa pentingnya pembedaan tersebut sekarang
ini? Untuk sebagian besar, para sosialis di Inggris tidak berbicara ke ribuan
atau puluhan ribu orang. Kita sedang berbicara ke sejumlah kecil orang,
biasanya berupaya meyakinkan mereka (to win them) melalui politik
sosialis yang umum, dan bukan melalui agitasi massa. Jadi apa yang kita usulkan
(arguing) pada dasarnya adalah propaganda. Tetapi di sinilah
kebingungan muncul. Karena terdapat lebih dari satu jenis propaganda. Ada
sebuah pembedaan antara propaganda abstrak dan jenis
propaganda yang diharapkan dapat mengarah ke suatu aktivitas, yaitu propaganda
yang konkrit atau realistik.
Propaganda abstrak memunculkan gagasan yang secara
formal benar, tetapi tidak terkait dengan perjuangan atau dengan tingkat
kesadaran yang ada di antara mereka yang menjadi sasaran dari penyebaran
gagasan itu. Sebagai contoh, menyatakan bahwa di bawah sosialisme sistem upah
akan dihapuskan adalah mutlak benar, menempatkan usulan yang seperti itu kepada
para buruh sekarang ini bukanlah agitasi, melainkan propaganda dalam bentuk
yang paling abstrak. Begitu pula, usulan terus-menerus (constant demand)
untuk sebuah pemogokan umum, terlepas dari apakah prospek untuk melakukannya
bersifat riil dalam situasi yang sekarang, mengarah tidak ke agitasi, melainkan
ke penarikan diri (abstaining) dari perjuangan yang riil di sini dan
sekarang.
Di sisi lain, propaganda realistis berpijak dari
asumsi bahwa kelompok-kelompok sosialis yang kecil tidak dapat secara
meyakinkan mempengaruhi kelompok-kelompok buruh yang besar sekarang ini di
hampir setiap keadaan. Tetapi hal itu juga mengasumsikan bahwa terdapat argumen
tentang isu-isu spesifik, yang dapat dicoba untuk dibangun oleh para sosialis.
Jadi seorang propagandis realistis di sebuah pabrik tidak akan mengusulkan
penghapusan sistem upah. Ia (laki-laki atau perempuan) akan mengusulkan
serangkaian tuntutan yang diharapkan dapat mengarahkan perjuangan ke
kemenangan, dan sudah tentu melebihi kemenangan kecil (tokens) yang
diberikan oleh bikorasi serikat buruh. Jadi mereka akan mengusulkan, misalnya,
peningkatan ongkos rata-rata setiap produk (a flat rate increase),
pemogokan mati-matian dengan tuntutan penuh (the full claim, all out...strike) dan
bukan pemogokan yang selektif, dsb.
3.3
Menyeimbangkan agitasi dengan propaganda secara benar (Getting
the balance right)
Semua ini bukanlah agitasi dalam arti yang
dibicarakan oleh Lenin, hal itu adalah satu atau dua orang sosialis yang
memunculkan serangkaian gagasan tentang bagaimana untuk menang. Tetapi hal itu
juga bukan propaganda abstrak karena hal itu terkait dengan sebuah perjuangan
yang riil dan karenanya bisa terkait dengan minoritas buruh yang cukup besar di
suatu wilayah. Ini berarti bahwa propaganda realistis dapat membangun hubungan
(strike a chord) dengan sekelompok orang yang jauh lebih besar daripada
mereka yang sepenuhnya terbuka untuk gagasan-gagasan sosialis. Bahwa sekarang
ini hanya sekelompok orang yang sangat kecil yang akan terbuka untuk semua
gagasan-gagasan sosialisme. Kelompok yang lebih besar tidak akan seperti itu,
tetapi masih bisa menerima banyak propaganda dari kaum sosialis untuk tidak
mempercayai para pejabat, untuk mengorganisir di lapisan bawah (the rank and
file) dan sebagainya.
Pentingnya pembedaan ini ada dua (twofold).
Para sosialis yang mempercayai bahwa mereka harus melakukan propaganda di
kelompok-kelompok diskusi mereka yang kecil, dan mengagitasi di tempat kerja
mereka, sangat mungkin menaksir terlalu tinggi (overestimate) pengaruh
mereka di sejumlah besar buruh dan dengan demikian kehilangan
kesempatan untuk membangun basis di sekitar sejumlah kecil pendukung. Mereka
yang percaya bahwa mereka hanya harus melakukan propaganda abstrak dalam diskusi-diskusi
mereka dengan para sosialis yang lain dan di tempat kerja mereka bisa mengambil
sikap menarik diri ketika perjuangan yang riil benar-benar meletus.
Dengan melakukan propaganda realistis pada
sebuah periode di mana agitasi massa secara umum tidak mungkin, kaum sosialis
akan jauh lebih mungkin untuk dapat menghindari kedua jebakan tersebut.
BAB
IV
MANAJEMEN
AKSI
4.1
Peranan mahasiswa
Mahasiswa adalah aset
umat. Ia bersifat elitis dan eksklusif. Jumlahnya hanya 2 % dari penduduk Indonesia
yang 200 juta jiwa. Mahasiswa aktivis lebih elitis lagi, mungkin hanya ada 1
mahasiswa aktivis di antara 10 mahasiswa. Namun, agenda yang mereka perjuangkan
sangat populis, dan realistis. Mahasiswa-lah yang bisa membangkitkan semangat
perlawanan rakyat terhadap rezim tiran. Mahasiswa-lah yang bisa mengawal
reformasi hingga ke titik tujuan. Rakyat menaruh harapan atas kekuatan
intelektual dan kekuatan aksi yang mahasiswa miliki.Jadi, pahami dirimu dan
sekitarmu, dan mari kita bergerak lagi ! Reformasi belum usai !
Dengan kekuatan
intelektual di atas rata-rata masyarakat awam, mahasiswa memiliki kemudahan
untuk mengakses berbagai informasi wacana dan peristiwa dalam lingkup lokal
hingga internasional. Begitu juga dengan kemudahan akses literatur ilmiah dan
gerakan-gerakan pemikiran, yang pada tujuan akhirnya akan menentukan ideologi
atau sistem hidup yang akan dijalaninya. Buku yang ia baca, informasi yang ia
terima, tokoh-tokoh yang ia ajak bicara, adalah beberapa faktor utama yang
kelak sangat berpengaruh terhadap idealisme hidupnya. Selain kekuatan
intelektual yang identik dengan aktivitas ilmiah, mahasiswa juga memiliki
kewajiban untuk menguatkan potensi kepekaan sosial politiknya.
Disebut kepekaan sosial
karena mahasiswa pada dasarnya adalah bagian dari rakyat. Apapun yang terjadi
pada rakyat maka mahasiswa akan turut juga merasakannya. Kenaikan BBM, harga
bahan pokok, listrik, dan air misalnya akan memberi ekses terhadap aktivitas
kuliah. Disebut kepekaan politik, karena gejolak sosial yang terjadi umumnya
selalu merupakan hasil side effect dari aktivitas politik, semisal disahkannya
suatu UU. UU Ketenagakerjaan misalnya akan mempengaruhi kesejahteraan dan taraf
hidup para buruh. Setelah cerdas secara profesi keilmuan dan cerdas sosial
politik, maka sebagai gerakan ekstraparlementer mahasiswa memiliki kewajiban
moral untuk mengimplementasikan pengetahuannya itu dalam bentuk pengabdian
kepada masyarakat. Atau dengan kata lain menyuarakan kepentingan kebenaran dan
rakyat. Berbagai metode dapat dilakukan.
Dari bentuk
pendampingan, advokasi, public hearing, audiensi dengan pemerintah dan
legislatif, hingga demonstrasi (aksi). Demonstrasi adalah cara paling efektif
dalam menyuarakan kebenaran, khususnya jika dilaksanakan pada rezim yang
antidemokratis dan tiran. Dalam makalah ini, akan dibahas sekelumit tentang
manjamen demonstrasi atau aksi, yang selanjutnya akan disebut dengan MoA
(Management of Action). Pengetahuan akan MoA ini menjadi penting agar niatan
yang benar itu dapat mencapai hasil optimal karena dilakukan dengan cara yang
benar pula. MANAJEMEN AKSI: Pengertian Aksi (demontrasi) adalah suatu model
pernyataan sikap, penyuaraan pendapat, opini, atau tuntutan yang dilakukan
dengan jumlah massa terntentu dan dengan teknik tertentu agar mendapat perhatian
dari pihak yang dituju tanpa menggunakan mekanisme konvensional (birokrasi).
Demonstrasi juga bertujuan untuk menekan pembuat keputusan untuk melakukan
sesuatu.
4.2 Latar Belakang dan
Tujuan Aksi
Umumnya dilatarbelakangi
oleh matinya jalur penyampaian aspirasi atau buntunya metode dialog. Dalam
trias politika, aspirasi rakyat diwakili oleh anggota legislatif. Namun dalam
kondisi pemerintahan yang korup, para legislator tak dapat memainkan perannya,
sehingga rakyat langsung mengambil ‘jalan pintas’ dalam bentuk aksi. Aksi
juga dilakukan dalam rangka pembentukan opini atau mencari dukungan publik.
Dengan demikian isu yang digulirkan harapannya dapat menjadi snowball. Dari isu
mahasiswa menjadi isu masyarakat kebanyakan, seperti dalam kasus aksi menuntut
mundur Soeharto.
Landasan Hukum Aksi
adalah hak bahkan dalam situasi tertentu dapat menjadi kewajiban. Ia dilindungi
oleh UU positif. Selain Declaration of Human Right (freedom of speech), hak
aksi juga dilindungi oleh UUD 1945 pasal 28 beserta amandemennya. Secara lebih
spesifik, aksi ini kemudian diatur dengan adanya UU No. 9/1998 tentang
Mekanisme Penyampaian Pendapat di Muka Umum. UU ini mengharuskan panitia aksi
harus memberikan pemberitahuan kepada pihak kepolisian setidaknya 3 hari
menjelang hari H. Ketentuan lainnya adalah, didalam surat pemberitahuan itu
harus ada nama penanggung jawab aksi, waktu pelaksanaan, rute yangh dilewati,
isu yang dibawa, jumlah massa, dan bentuk aksi. Selain itu ada juga larangan
untuk melakukan aksi pada hari-hari tertntu dan tempat-tempat tertentu. Dalam
pandangan aktivis, UU ini pada awal pengesahannya dicurigai sebagai alat untuk
mengibiri suara kritis mahasiswa dan rakyat. Dan pada perkembangannya, UU
inilah yang digunakan oleh rezim berkuasa via aparat kepolisian untuk mematikan
suara oposan, dengan banyak menyeret para aktivis ke penjara.
4.3
Kode Etik
Untuk menjaga
konsistensi gerakan, beberapa elemen gerakan mahasiswa memiliki kode etik aksi.
Kode etik ini pula yang menjadi faktor pembeda aksi yang satu dengan aksi yang
lainnya.Di KAMMI misalnya, kode etiknya adalah memulai dan menutup aksi dengan
doa, tidak membaurkan peserta aksi putra dengan putri, dan tidak mencemooh
seseorang dari cacat fisiknya. Faktor pembeda lainnya adalah lirik lagu-lagu
perjuangan dan kata-kata pekik teriakan.
4.4
Mekanisme Lahirnya Keputusan Aksi
Keputusan aksi sebaiknya
didiskusikan secara matang analisis SWOT-nya. Organisasi intra kampus mempunyai
mekanisme yang berbeda namun hampir sama dengan mahasiswa ekstra. Di ekstra
jalur pengambilan keputusan lebih pendek sehingga keputusan aksi dapat lebih
cepat dieksekusi. Secara garis besar mekanisme lahirnya keputusan aksi adalah
sbb :
1.
Diskusi awal (Tim/Dept. Khusus : bidang Sospol), dteruskan ke :
2.
Diskusi Lanjutan (pelibatan kader, (unsur UKM), menghadirkan
pakar, penerbitan Pers Release),
lalu
3.
Pembentukan Tim Teknis Aksi
4.
Aksi di lapangan
4.5
Merancang Aksi
Dalam merancang aksi,
hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah : planning aksi, perangkat aksi,
pelaksanaan, dan kegiatan paska-aksi.
Planning AksiDalam tahap
perencanaan aksi, hal urgen yang perlu diperhatikan adalah :
1.
Tema
/ Grand Issue
Pilihlah tema atau isu
yang sedang hangat menjadi bahan pembicaraan (up to date) atau relevan atau
sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan. Kemudian fokuskan, agar
informasi atau opini yang hendak dibangun tidak bias.
2.
Target/
Susun target
Baik target teknis
seperti pencapaian jumlah massa dan blow up media, dan target esensi seperti
isu tuntutan aksi. Begitu juga target siapa yang pihak yang hendak dituju.
3.
Skenario
Seperti halnya film,
aksi butuh skenario, yang menjadi acuan bergeraknya aksi. Skenario ini mencakup
rute, tokoh orator, happening art, dan acara lainnya. Sebaiknya skenario
disiapkan lebih dari satu. Jika ada sesuatu hal di lapangan tak memungkinkan
berjalannya sebuah skenario, dapat diganti dengan skenario lain (plan B).
4.
Massa
Dalam aksi yang
mengandalkan massa, strategi penggalangan massa menjadi penting, demikian juga
dengan cara mengendalikan massa jika massa berjumlah besar.
5.
Pemberitahuan
Tergantung pada
kebutuhan. Jika kita memutuskan untuk menulis pemberitahuan, maka lakukan
sesuai dengan UU No. 9/1998. Begitu juga dengan pemberitahuan kepada media
massa (release awal) agar kelak mereka dapat meliput kita. Media interestAksi
yang ‘menarik’ akan disukai oleh media. Karena itu perlu diperhatikan
sebuah momen yang khusus didesain untuk konsumsi jurnalis foto, selain press
release untuk jurnalis berita.
6.
Format
Format atau bentuk aksi
adalah pilihan dari banyak bentuk aksi. Pilihannya ada dua, format kekerasan
atau nirkekerasan. Sebagai ‘penjaga gawang’ gerakan moral, maka seyogyanya
aksi mahasiswa bersifat nirkekerasan. Aksi nirkekerasan ini sangat bervariatif
sekali. Dimulai dari aksi diam (bisu), orasi, happening art, aksi topeng,
mmogok makan, hingga ke blokade, pengepungan, dan boikot.
4.6
Perangkat Aksi
Perangkat aksi adalah
person-person yang terlibat dalam suksesnya sebuah aksi. Mereka diantaranya
adalah :
1.
Korlap
Koordinator Lapangan
adalah pemegang komando ketika aksi sedang berjalan. Peserta aksi harus
mentaati setiap arahan dari korlap. Korlap memperoleh masukan informasi dari
perangkat lain yang akan digunakannya untuk mengambil keputusan-keputusan
penting. Korlap juga yang bertugas menjaga stamina massa agar tidak loyo dan
tetap konsentrasi ke aksi. Korlap bukanlah amanah instant. Ia diperoleh dari
proses jangka panjang. Korlap adalah orang paling mengerti tentang isu yang
sedang diperjuangkan, sehingga wawasan pengetahuannya dapat dikatakan lebih
banyak dari yang lainnya. Korlap dapat juga berorasi.
2.
Orator
Terkadang diperlukan
orator khusus selain korlap, khususnya pada aksi aliansi atau aksi yang
melibatkan tokoh. Para orator ini menyampaikan orasi berdasarkan isu yang telah
disepakati bersama. Bobot suatu orasi ditentukan oleh susunan kalimat, data up
to date, dan kualitas pernyataan sikap. – AgitatorAgitator adalah pembangkit
semangat massa dengan pekik teriakan disela-sela orasi korlap dan orator. Ia
juga membantu korlap untuk menjaga stamina massa dengan memimpin lagu dan
yel-yel.
3.
Negosiator
Terkadang diperlukan
person yang khusus bertugas untuk melakukan negosiasi. Negosiasi ini dilakukan
kepada aparat polisi atau pihak-pihak yang ingin dituju jika aksi di-setting
audiensi.
4.
Humas
Tim Humas adalah salah
satu elemen penting aksi. Tim humas bertanggung jawab dalam menjembatani aksi
kepada para jurnalis. Mereka membuat pers release. Bobot Pers Release itu
dibuat berdasarkan nilai-nilai jurnalistik. Disebut sukses jika media tidak
bias memuat tuntutan atau opini yang hendak digulirkan oleh aksi.
5.
Security/
border
Tim ini bertugas menjaga
keamanan peserta aksi. Mereka juga wajib untuk mengidentifikasi para penyusup
atau aparat yang hendak memprovokasi agar aksi berakhir chaos. Tim ini memiliki
bahasa tersendiri yang hanya diketahui oleh sedikit orang dari peserta aksi.
6.
Dokumenter
Tim ini memback-up tim
humas. Tetapi inti tugasnya adalah mendokumentasi aksi dari awal hingga akhir
serta membuat kronologis aksi. Dokumentasi ini dengan kamera, handycam ataupun
notes. Data ini akan digunakan sebagai bukti otentik jika aksi mengalami
kekerasan dari aparat atau massa lain.
7.
Medik
Tugas ini memang
spesifik bagi mereka yang menguasai ilmu medis. Umumnya adalah mahasiswa
kedokteran atau mereka yang pernah terlibat dalam aktivitas kepalangmerahan
atau bulan sabit merah. Tim ini memberikan pertolongan pertama kepada peserta
aski yang mengalami cidera.- LogistikDalam aksi yang disetting lama dan
melelahkan. Tim logistik bertugas untuk menyediakan sarana untuk membugarkan
peserta aksi seperti air minum, snack dan sound system. Terkadang, mereka juga
membuat dan mendesain kertas tuntutan atau karikatur.
8.
Tim
kreatif
Tim ini memiliki
kewenangan untuk mendesain sebuah atraksi seni atau instalasi sesuai amanat
hasil musyawarah. Pelaksanaan dan Pasca Aksi Saat massa telah terkumpul di
tempat yang telah ditentukan, maka korlap sebaiknya tidak langsung
memberangkatkan peserta aksi sebelum ada taujih (nasehat) dan doa. Selain itu
perlu juga adanya pemanasan (warming up) dengan cara melatih yel-yel atau orasi
untuk pencerdasan peserta aksi. Warming-up ini bertujuan untuk mensolidasi
peserta aksi. Setelah kompak, solid, dan cerdas barulah aksi dimulai.Saat aksi,
peserta wajib menghormati komnado korlap dan turut menjaga keamanan aksi hingga
aksi usai. Jika aksi disetting serius atau aksi bisu maka peserta harus
menjauhkan dari kegiatan senda gurau dan ketidakseriusan. Seusai aksi, maka
peserta menutupnya dengan doa. Evaluasi juga dilakukan untuk meningkatkan
kualitas aksi berikutnya. Tim humas juga memonitoring media untuk memantau
keberhasilan blow-up media dan tingkat ke-bias-an tuntutan.
4.7
Tips Dan Triks
1.
Angle
foto
Foto dapat berbicara
lebih banyak dari kata-kata. Maka desain aksi yang menyediakan angle foto yang
baik akan membuat aksi lebih mudah ter-blow up. Misalnya: aksi LSM Pro Fauna
yang membuat balon kura-kura raksasa dalam menentang eksploitasi kura-kura
sebagai komoditas.
2.
Kalimat
poster
Kalimat poster biasanya
juga menjadi incaran fotografer. Pilihlah kalimat yang cerdas namun tetap
mencerminkan akhlak seorang mahasiswa. Unik dan kreatif adalah kuncinya. Misal
: IMF = International Monster Fund.
3.
Uniform
Keseragaman pakaian
peserta aksi juga dapat menarik perhatian. Pakaian putih-putih, hitam-hitam
atau mengenakan pakaian seperti orang utan untuk aksi mendukung keberlangsungan
orang utan.
4.
Propaganda
Propaganda dibuat untuk
mencerdaskan masyarakat di sekitar aksi agar mereka mendukung aksi. Jika aksi
dipusat keramaian, maka selebaran propaganda dapat menjadi bacaan yang mengusik
perhatian.
5.
Pers
release
Selain data 5W+1H, pers
release juga disusun dengan kalimat baik dan sudah sesuai dengan bahasa koran,
sehingga redaktur tidak banyak mengedit. Adanya tambahan data dan angka dapat
menambah bobot release.
6.
Yel/
lagu
Ciptakanlah yel-yel yang
khas dan mudah diingat. Lagu bisa diperoleh dengan mengubah lirik dari lagu
yang populis. Yel dan Lagu akan memelihara stamina massa.
7.
Symbolized
Simbolisasi perlu dilakukan
untuk mencuri perhatian media jika massa aksi tidak terlalu banyak. Misalnya :
aksi membawa tikus ke kantor DPRD untuk menyindir anggota dewan yang tak
ubahnya seperti tikus-tikus pengerat.
8.
Aliansi
taktis
Untuk memperkuat posisi
tawar, aliansi kadang diperlukan. Aliansi didasarkan pada pertimbangan kesamaan
ideologi, atau kesamaan isu , atau kesamaan metode. Jika aliansi ini adalah
dari universitas, maka bendera masing-masing universitas wajib untuk
ditonjolkan.
9.
Menghadapi
wartawan
Jika jurnalis TV
mewawancarai peserta aksi, sebaiknya peserta tersebut mengarahkannya kepada tim
humas atau korlapnya agar jurnalis itu dpat mewawancarai person yang lebih
valid dalam memberikan keterangan. Ketika di wawancara, demonstran yang efektif
merancang pesannya supaya bisa disampaikan secara utuh dalam tempo 10 hingga 15
detik. Setelah pesan disampaikan secara singkat, padat, dan utuh – baru
kemudian dilakukan elaborasi. Ini menjaga agar pesan utama secara utuh tetap
bisa tersiar walaupun mungkin elaborasinya terpotong. Hal ini disebabkan karena
spot berita TV sangat singkat, berbeda dengan media cetak yang dapat memuat
banyak.
Berhadapan dengan
wartawan, jauhilah sikap arogan, tampakkanlah sikap ramah dan bersahabat. Sikap
arogan membuat wartawan menjaga jarak, bahkan pada titik puncaknya wadah
asosiasi mereka akan memboikot setiap kegiatan aksi kita.
Beberapa pertanyaan dari
wartawan yang bisa diantisipasi oleh setiap peserta aksi adalah: Mengapa anda
berada disini? Apa yang ingin anda capai? Apakah demonstrasi ini
sungguh-sungguh merupakan solusi? Apa yang bisa dilakukan oleh khalayak untuk
masalah yang anda perjuangkan?
BAB V
MANAJEMEN ORGANISASI
5.1 Pembahasan Organisasi
Banyak
bentuk organisasi di masyarakat, misalnya negara, partai politik, perkumpulan
masyarakat, bahkan bentuk organisasi yang paling kecil yaitu keluarga dan lain
sebagainya. Kata organisasi mempunyai dua pengertian umum, yaitu sebagai suatu
lembaga atau fungsional, seperti perguruan tinggi, rumah sakit, perwakilan
pemerintah, perwakilan dagang, perkumpulan olah raga dan lain sebagainya,
lainnya sebagai proses pengorganisasian pengalokasian dan penugasan para
anggotanya untuk mencapai tujuan yang efektif.
Dalam bab ini akan dibahas mengenai organisasi, wewenang delegasi, koordinasi dan tentang manajemen, serta penyusunan personalia.
Dalam bab ini akan dibahas mengenai organisasi, wewenang delegasi, koordinasi dan tentang manajemen, serta penyusunan personalia.
1. Definisi Organisasi (Organization)
Pengorganisasian (organizing) merupakan proses penyusunan anggota dalam bentuk struktur organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dengan sumber daya yang dimiliki dan lingkungan yang melingkupinya baik novice maupun ekstern. Dua aspek utama dalam organisasi yaitu departementasi dan pembagian kerja yang merupakan dasar proses pengorganisasian.
James D. Mooney mengatakan “Organisasi yaitu bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersana, “ sedang Chester I. Bernard memberikan pengertian organisasi yaitu suatu complement aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Organisasi merupakan proses untuk merancang struktur formal, mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas diantara para anggota untuk mencapai tujuan.
Pengorganisasian (organizing) merupakan proses penyusunan anggota dalam bentuk struktur organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dengan sumber daya yang dimiliki dan lingkungan yang melingkupinya baik novice maupun ekstern. Dua aspek utama dalam organisasi yaitu departementasi dan pembagian kerja yang merupakan dasar proses pengorganisasian.
James D. Mooney mengatakan “Organisasi yaitu bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersana, “ sedang Chester I. Bernard memberikan pengertian organisasi yaitu suatu complement aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Organisasi merupakan proses untuk merancang struktur formal, mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas diantara para anggota untuk mencapai tujuan.
Jadi organisasi dapat didefinisikan
sebagai berikut. :
1.
Organisasi dalam arti badan yaitu kelompok orang yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
2.
Organisasi dalam arti bagan yaitu gambaran skematis
tentang hubungan kerja sama dari orang-orang yang terlibat dalam organisasi
untuk mencapai tujuan bersama.
Unsur-unsur dasar yang membentuk organisasi yaitu:
Unsur-unsur dasar yang membentuk organisasi yaitu:
Ø
Adanya tujuan bersama
Ø
Adanya kerjasama dua orang atau lebih
Ø
Adanya pembagian tugas
Ø
Adanya kehendak untuk bekerja sama.
5.2 Struktur Organisasi
Didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme grave organisasi diolah. Struktur ini terdiri dari unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan ukuran satuan kerja.
Faktor-faktor yang menentukan perancangan struktur organisasi yaitu:
Didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme grave organisasi diolah. Struktur ini terdiri dari unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan ukuran satuan kerja.
Faktor-faktor yang menentukan perancangan struktur organisasi yaitu:
Strategi
organisasi pencapaian tujuan.
1.
Perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi
outlay akan membedakan bentuk struktur organisasi.
2.
Kemampuan dan cara berpikir para anggota serta
kebutuhan mereka juga lingkungan
sekitarnya perlu dipertimbangkan dalam penyusunan struktur perusahaan.
3.
Besarnya organisasi dan satuan kerjanya mempengaruhi
struktur organisasi.
Unsur-unsur struktur organisasi terdiri dari:
a)
Spesialisasi kegiatan
b)
Koordinasi kegiatan
c)
Standarisasi kegiatan
d)
Sentralisasi dan desentralisasi pembuatan keputusan
e)
Ukuran satuan kerja.
5.3 Bentuk-bentuk Organisasi
Bagan organisasi memperlihatkan tentang susunan fungsi-fungsi dan departementasi yang menunjukkan hubungan kerja sama.
Bagan ini menggambarkan lima aspek utama suatu struktur organisasi, yaitu :
Bagan organisasi memperlihatkan tentang susunan fungsi-fungsi dan departementasi yang menunjukkan hubungan kerja sama.
Bagan ini menggambarkan lima aspek utama suatu struktur organisasi, yaitu :
1.
Pembagian kerja
2.
Rantai perintah
3.
Tipe pekerjaan yang dilaksanakan
4.
Pengelompokan segmen-segmen
pekerjaan.
5.
Tingkatan manajemen.
Adapun
cara penggambaran bagan struktur organisasi menurut Henry G. Hodges dapat digambarkan sebagai
berikut:
a)
Bentuk Piramidal.
b)
Bentuk Vertikal.
c)
Bentuk Horisontal.
d)
Bentuk Melingkar.
Bentuk-bentuk
organisasi dapat di bedakan atas:
1. Organisasi Garis.
Merupakan
bentuk organisasi tertua dan pale sederhana, diciptakan oleh Henry Fayol.
Ciri-ciri bentuk organisasi ini yaitu organisasinya masih kecil, jumlah
karyawan sedikit dan saling mengenal serta spesialisasi kerja belum tinggi.
Kebaikannya:
a)
Kesatuan komando terjamin sepenuhnya karena pimpinan
berada pada satu tangan.
b)
Garis komando berjalan secara tegas, karena pimpinan
berhubungan langsung dengan bawahan.
c)
Proses pengambilan keputusan cepat.
d)
Karyawan yang memiliki kecakapan yang tinggi serta yang
rendah dapat segera diketahui, juga
karyawan yang rajin dan malas.
e)
Rasa solidaritas tinggi.
Kelemahannya:
a)
Seluruh organisasi tergantung pada satu orang saja,
apabila dia tidak mampu melaksanakan tugas maka seluruh organisasi akan
terancam kehancuran.
b)
Adanya kecenderungan pimpinan bertindak secara
otokratis.
c)
Kesempatan karyawan untuk berkembang terbatas.
2. Organisasi Garis dan Staf.
Dianut
oleh organisasi besar, daerah kerjanya luas dan mempunyai bidang tugas yang
beraneka ragam serta rumit dan jumlah karyawannya banyak. Staf yaitu orang yang
ahli dalam bidang tertentu tugasnya memberi nasihat dan saran dalam bidang
kepada pejabat pimpinan di dalam organisasi.
Kebaikannya:
a)
Dapat digunakan dalam organisasi yang besar maupun
kecil, serta apapun tujuan perusahaan.
b)
Terdapatnya pembagian tugas antara pimpinan dengan
pelaksana sebagai akibat adaya staf ahli.
c)
Bakat yang berbeda yang dimiliki oleh setiap karyawan
dapat ditentukan menjadi suatu spesialisasi.
d)
Prinsip penempatan orang yang tepat pada posisi yang
tepat pula.
e)
Pengambilan keputusan dapat cepat walaupun banyak orang
yang diajak berkonsultasi, karena pimpinan masih dalam satu tangan.
f)
Koordinasi lebih baik karena adanya pembagian tugas
yang terperinci.
g)
Semangat kerja bertambah besar karena pekerjaannya
disesuaikan dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki.
Kelemahannya:
a)
Rasa solidaritas menjadi berkurang, karena karyawan
menjadi tidak saling mengenal.
b)
Perintah-perintah menjadi kabur dengan nasehat dari
staf, karena atasan dengan staf dapat
terjadi adanya perintah sendiri-sendiri padahal kewenangannya berbeda.
c)
Kesatuan komando berkurang.
d)
Koordinasi kurang baik pada tingkat staf dapat
mengakibatkan adanya hambatan pelaksanaan
tugas.
3. Organisasi Fungsional.
Organisasi
yang disusun atas dasar yang harus dilaksanakan. Organisasi ini dipakai pada
perusahaan yang pembagian tugasnya dapat dibedakan dengan jelas.
Kebaikannya:
Kebaikannya:
a)
Pembidangan tugas menjadi lebih jelas.
b)
Spesialisasi karyawan lebih efektif dan dikembangkan.
c)
Solidaritas kerja, semangat kerja karyawan tinggi.
d)
Koordinasi berjalan lancar dan tertib.
Kelemahannya:
a)
Karyawan terlalu memperhatikan bidang spesialisasi
sendiri saja
b)
Koordinasi menyeluruh sukar dilaksanakan.
c)
Menimbulkan rasa kelompok yang sangat sempit dari
bagian yang sama sehingga sering timbul konflik.
4. Organisasi Panitia.
Organisasi
dibentuk hanya untuk sementara waktu saja, setelah tugas selesai maka
selesailah organisasi tersebut.
Kebaikannya:
a)
Segala keputusan dipertimbangkan masak-masak dalam
pembahasan yang dalam dan terperinci.
b)
Kemungkinan pimpinan bertindak otoriter sangat kecil.
c)
Koordinasi kerja telah dibahas oleh suatu team.
Kelemahannya:
a)
Proses pengambilan keputusan memerlukan diskusi yang
berlarut-larut yang menghambat pelaksanaan tugas.
b)
Tanggung jawabnya tidak jelas, karena tanggung jawabnya
sama.
c)
Kreatifitas karyawan terhambat dan sukar untuk
dikembangkan, karena faktor kreatifitas lebih dipentingkan.
5.4 Organisasi Formal dan Informal
Ragam arti organisasi banyak sekali seperti organisasi statis, organisasi dinamis, organisasi formal, organisasi informal, organisasi tunggal, organisasi jamak, organisasi daerah, organisasi regional, organisasi negara, organisasi internasional dan lain sebagainya. Ada beberapa saja yang akan dibahas di sini, yaitu :
Ragam arti organisasi banyak sekali seperti organisasi statis, organisasi dinamis, organisasi formal, organisasi informal, organisasi tunggal, organisasi jamak, organisasi daerah, organisasi regional, organisasi negara, organisasi internasional dan lain sebagainya. Ada beberapa saja yang akan dibahas di sini, yaitu :
1. Organisasi Statis:
Yaitu gambaran skematis hubungan-hubungan kerjasama yang terdapat dalam organisasi untuk mencapai suatu tujuan.
Yaitu gambaran skematis hubungan-hubungan kerjasama yang terdapat dalam organisasi untuk mencapai suatu tujuan.
2. Organisasi Dinamis:
Yaitu kegiatan yang berhubungan dengan usaha merencanakan skema organisasi, mengadakan departementasi dan menetapkan wewenang, tugas dan tanggung jawab.
Yaitu kegiatan yang berhubungan dengan usaha merencanakan skema organisasi, mengadakan departementasi dan menetapkan wewenang, tugas dan tanggung jawab.
3. Organisasi Formal:
Yaitu sistem kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang dikoordinir untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan secara rasional.
Yaitu sistem kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang dikoordinir untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan secara rasional.
4. Organisasi Informal :
Yaitu kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang tidak dikoordinir untuk mencapai tujuan yang disadari tapi akhirnya mempunyai tujuan bersama, dimana kedudukan dan fungsi-fungsi yang dilakukan tampak kabur.
Yaitu kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang tidak dikoordinir untuk mencapai tujuan yang disadari tapi akhirnya mempunyai tujuan bersama, dimana kedudukan dan fungsi-fungsi yang dilakukan tampak kabur.
Ø
Departementasi (Departementation)
Efesiensi kerja tergantung kepada keberhasilan integrasi satuan-satuan yang bermacam-macam dalam organisasi. Proses penentuan cara bagaimana kegiatan dikelompokkan disebutkan departementasi. Macam bentuk departementasi yaitu :
Efesiensi kerja tergantung kepada keberhasilan integrasi satuan-satuan yang bermacam-macam dalam organisasi. Proses penentuan cara bagaimana kegiatan dikelompokkan disebutkan departementasi. Macam bentuk departementasi yaitu :
1)
Departementasi Fungsional.
Mengelompokkan
fungsi yang sama atau kegiatan sejenis untuk membentuk satuan organisasi. Ini
merupakan bentuk organisasi yang pale umum dan bentuk dasar departementasi.
Kebaikannya:
a)
Pendekatan ini menjaga kekuasaan dan kedudukan
fungsi-fungsi utama
b)
Menciptakan efisiens melalui spesialisasi.
c)
Memusatkan keahlian organisasi.
d)
Memungkinkan pengawasan mana-jemen puncak terhadap
fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi.
Kelemahannya:
a)
Menciptakan konflik antar fungsi.
b)
Adanya kemacetan pelaksanaan tugas.
c)
Umpan balik yang lambat.
d)
Memusatkan pada kepentingan tugasnya.
e)
Para anggota berpandangan lebih sempit serta kurang
inovatif.
2)
Departemen Devisional.
Dengan
membagi divisi-divisi atas dasar produk, wilayah, langganan, dan proses, dimana
tiap divisi merancang, memproduksi dan memasarkan produknya sendiri.
a)
Struktur organisasi local atas dasar produk
Setiap departementasi bertanggung jawab
atas suatu produk yang berhubungan. Struktur
ini dipakai bila teknologi pemrosesan dan metode pemasaran sangat berbeda.
b)
Struktur organisasi local atas dasar wilayah.
Pengelompokkan kegiatan atas dasar tempat
dimana operasi berlokasi atau menjalankan usahanya. Faktor yang menjadi
pertimbangan adalah bahan baku, tenaga kerja, pemasaran, transportasi dan lain
sebagainya.
c)
Struktur organisasi local atas dasar langganan.
Pengelompokkan kegiatan yang dipusatkan pada
penggunaan produk, terutama dalam
kegiatan pengelompokkan penjualan, pelayanan.
5.5 Koordinasi (Coordination)
Untuk
melihat kemampuan seorang manajer dalam memimpin dan melakukan koordinasi
dilihat dari besar kecilnya jumlah bawahan yang ada dalam tanggung jawabnya,
yang dikenal sebagai rentang manajemen. Koordinasi didefinisikan sebagai proses
penyatuan tujuan-tujuan perusahaan dan kegiatan pada tingkat satu satuan yang
terpisah dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Koordinasi dibutuhkan sekali oleh para karyawannya, sebab
tanpa ini setiap karyawan tidak mempunyai pegangan mana yang harus diikuti,
yang akhirnya akan merugikan organisasi itu sendiri.
1. Pedoman Koordinasi
a)
Koordinasi harus terpusat, sehingga ada unsur pengendalian
guna menghindari tiap bagian bergerak sendiri-sendiri yang merupakan kodrat
yang telah ada dalam setiap bagian, ingat bahwa organisasi merupakan kumpulan
dari orang-orang yang punya kebutuhan dan keinginan berbeda.
b)
Koordinasi harus terpadu, keterpaduan pekerjaan
menunjukkan keadaan yang saling mengisi dan
memberi.
c)
Koordinasi harus berkesinambungan, yaitu rangkaian
kegiatan yang saling menyambung, selalu terjadi, selalu diusahakan dan selalu
d)
ditegaskan adanya keterkaitan
dengan kegiatan sebelumnya.
e)
Koordinasi harus menggunakan pendekatan multi
instansional, dengan wujud saling memberikan informasi yang relevan untuk
menghindarkan saling tumpang tindih tugas yang satu dengan tugas yang lain.
2. Kebaikan dan Habatan Koordinasi yang Efektif
Kebaikan:
a)
Beban tiap bagian tidak terlalu berat, karena adanya
keseimbangan antar bagian.
b)
Tiap bagian akan memperoleh infor-masi yang jelas dalam
partisipasi pencapaian tujuan dan tahu peranan-nya masing-masing sehingga dapat
memberikan saran dan komentar ter-hadap kemungkinan ketidak serasian antarbagian.
c)
Skedul kerja saling terkait sehingga menjamin
penyelesaian pekerjaan tepat pada waktunya.
Kelemahan:
a)
Perbedaan tiap bagian dalam orientasi pencapaian
tujuan.
b)
Perbedaan dalam orientasi waktu
c)
Perbedaan orientasi antar pribadi
d)
Perbedaan dalam formalitas struktur.
3. Pendekatan Untuk Mencapai Koordinasi yang
Efektif
1.
Menggunakan pendekatan teknik-teknik dasar manajemen
yang berupa hirarki manajerial, rencana dan tujuan sebagai dasar bertindak.
2.
Meningkatkan koordinasi potensial bila tiap bagian
saling tergantung satu dengan lainnya serta lebih luas dalam ukuran dan fungsi.
Koordinasi ini dapat ditingkatkan dengan melalui dua cara, yaitu:
a)
Sistem informasi vertikal, penyaluran data-data melalui
tingkatan-tingkatan organisasi. Komunikasi ini bisa di dalam atau di luar
lantai perintah.
b)
Hubungan parallel (horizontal), dengan membiarkan
informasi dipertukarkan dan keputusan dibuat pada tingkat dimana informasi
diperlukan. Ada beberapa hubungan parallel:
ü
Hubungan langsung
ü
Hubungan kelompok langsung
ü
Hubungan silang
5.6 Rentang Manajemen (Span of Control)
Prinsip rentang manajemen berkaitan dengan jumlah bawahan yang dapat dikendalikan secara efektif oleh seorang manajer. Pengertian rentang manajemen dapat bermacam-macam ada yang mengatakan camber of control, camber of authority, camber of courtesy atau camber of supervition.
Berapa sebenarnya bawahan seorang manajer agar manajer dapat melaksanakan tugasnya dengan efektif dan efisien. Disini belum ada ketentuan yang pasti berapa seharusnya bawahan yang ada dalam tanggung jawabnya. Bawahan yang terlalu banyak kurang baik, demikian pula jumlah bawahan yang terlalu sedikit juga kurang baik. Ada dua alasan mengapa penentuan rentang yang baik dan tepat. Pertama rentang manejemen mempengaruhi penggunaan efisiensi dari manajer dan pelaksanaan kerja efektif dan bawahan mereka. Kedua, adanya hubungan antara rentang manajemen dengan struktur organisasi, dimana semakin sempit tentang manajemen struktur organisasi akan berbentuk “tall” sedang rentang manajemen yang melebar akan membentuk struktur organisasi “flat” yang berarti tingaktan manajemen semakin sedikit.
Prinsip rentang manajemen berkaitan dengan jumlah bawahan yang dapat dikendalikan secara efektif oleh seorang manajer. Pengertian rentang manajemen dapat bermacam-macam ada yang mengatakan camber of control, camber of authority, camber of courtesy atau camber of supervition.
Berapa sebenarnya bawahan seorang manajer agar manajer dapat melaksanakan tugasnya dengan efektif dan efisien. Disini belum ada ketentuan yang pasti berapa seharusnya bawahan yang ada dalam tanggung jawabnya. Bawahan yang terlalu banyak kurang baik, demikian pula jumlah bawahan yang terlalu sedikit juga kurang baik. Ada dua alasan mengapa penentuan rentang yang baik dan tepat. Pertama rentang manejemen mempengaruhi penggunaan efisiensi dari manajer dan pelaksanaan kerja efektif dan bawahan mereka. Kedua, adanya hubungan antara rentang manajemen dengan struktur organisasi, dimana semakin sempit tentang manajemen struktur organisasi akan berbentuk “tall” sedang rentang manajemen yang melebar akan membentuk struktur organisasi “flat” yang berarti tingaktan manajemen semakin sedikit.
1. Wewenang (Authority)
Wewenang
merupakan syaraf yang berfungsi sebagai penggerak dari pada kegiatan-kegiatan.
Wewenang yang bersifat informal, untuk mendapatkan kerjasama yang baik dengan
bawahan. Disamping itu wewenang juga tergantung pada kemampuan ilmu
pengetahuan, pengalaman dan kepemimpinan. Wewenang berfungsi untuk menjalankan
kegiatan-kegiatan yang ada dalam organisasi.
Wewenang
dapat diartikan sebagai hak untuk memerintah orang lain untuk melalukan atau
tidak melakukan sesuatu agar tujuan dapat tercapai T. Hani Handoko membagi
wewenang dalam dua sumber, yaitu teori grave ( pandangan klasik ) dan teori
penerimaan. Wewenang grave merupakan wewenang pemberian atau pelimpahan dari
orang lain. Wewenang ini berasal dari tingkat masyarakat yang sangat tinggi dan
secara hukum diturunkan dari tingkat ke tingkat. Berdasarkan teori penerimaan (
acceptance speculation of management ) wewenang timbul hanya bila hal diterima
oleh kelompok atau individu kepada siapa wewenang tersebut dijalankan dan ini
tidak tergantung pada penerima (reciver).
Chester
Bamard mengatakan bahwa seseorang bersedia menerima komunikasi yang bersifat kewenangan bila memenuhi:
1.
Memahami kominikasi tersebut
2.
Tidak menyimpang dari tujuan organisasi
3.
Tidak bertentangan dengan kepentingan pribadi
4.
Mampu secara mental dan phisik untuk mengikutinya. Agar
wewenang yang dimiliki oleh seseorang dapat di taati oleh bawahan maka diperlukan
adannya:
Kekuasaan
( energy ) yaitu kemampuan untuk melakukan hak tersebut, dengan cara
mempengaruhi individu, kelompok, keputusan. Menurut jenisnya kekuasaan dibagi
menjadi dua yaitu:
a)
Kekuasaan posisi ( on all sides energy ) yang didapat
dari wewenang formal, besarnya ini tergantung pada besarnya pendelegasian orang
yang menduduki posisi tersebut.
b)
Kekuasaan pribadi ( personal energy ) berasal dari para
pengikut dan didasarkan pada seberapa besar para pengikut mengagumi, respek dan
merasa terikat pada pimpinan.
Menurut
sumbernya wewenang dibagi menjadi:
Ø
Kekuasaan balas jasa ( prerogative energy )
berupa uang, suaka, perkembangan karier dan sebagainya yang diberikan untuk
melaksanakan perintah atau persyaratan lainnya.
Ø
Kekuasaan paksaan ( Coercive energy ) berasal
dari apa yang dirasakan oleh seseorang bahwa hukuman ( dipecat, ditegur, dan
sebagainya ) akan diterima bila tidak melakukan perintah,
Ø
Kekuasaan sah ( bona fide energy ) Berkembang
dari nilai-nilai novice karena seseorang tersebut telah diangkat sebagai
pemimpinnya.
Ø
Kekuasaan pengendalian informasi (carry out of
report energy) berasal dari pengetahuan yang tidak dipercaya orang lain, ini
dilakukan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan.
Ø
Kekuasaan panutan ( referent energy ) didasarkan
atas identifikasi orang dengan pimpinan dan menjadikannya sebagai panutan.
Ø
Kekuasaan ahli ( consultant energy ) yaitu
keahlian atau ilmu pengetahuan seseorang dalam bidangnya.
2. Tanggung jawab dan akuntabilitas tanggung
jawab ( shortcoming)
Kewajiban
untuk melakukan sesuatu yang timbul bila seorang bawahan menerima wewenang dari
atasannya. Akuntability yaitu permintaan pertanggung jawaban atas pemenuhan
tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya. Yang penting untuk diperhatikan
bahwa wewenang yang diberikan harus sama dengan besarnya tanggung jawab yang
akan diberikan dan diberikan kebebasan dalam menentukan keputusan-keputusan
yang akan diambil.
3. Pengaruh ( change )
Transaksi
dimana seseorang dibujuk oleh orang lain untuk melaksanakan suatu kegiatan
sesuai dengan harapan orang yang mempengaruhi. Pengaruh dapat timbul karena
standing jabatan, kekuasaan dan menghukum, pemilikan informasi lengkap juga
penguasaan saluran komunikasi yang lebih baik.
5.7 Lini Dan Staf
Staf tugasnya memberi layanan dan nasehat
kepada manajer dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Staf di dalam melaksanakan
fungsinya tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan utama perusahaan atau
organisasi.
Tugas yang dilakukan oleh ini merupakan tugas-tugas pokok dari suatu organisasi atau perusahaan. Dalam pengetatan yang harus dibuat oleh organisasi dalam saat yang kritis ditentukan oleh pilihan terhadap departemen lini atau staff ini tergantung dari situasi yang dihadapi.
Tugas yang dilakukan oleh ini merupakan tugas-tugas pokok dari suatu organisasi atau perusahaan. Dalam pengetatan yang harus dibuat oleh organisasi dalam saat yang kritis ditentukan oleh pilihan terhadap departemen lini atau staff ini tergantung dari situasi yang dihadapi.
Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh orang
yang duduk sebagai taf yaitu dengan menganalisa melalui metode kuisioner,
metode observasi, metode wawancara atau dengan menggabungkan ketiganya.
Baishline mengajukan enam pokok kualifikasi yang harus dipengaruhi oleh seorang
staf yaitu:
1.
Pengetahuan yang luas tempat diamana dia bekerja.
2.
Punya sifat kesetiaan tenaga yang besar, kesehatan yang
baik, inisiatif, pertimbangan yang
baik dan kepandaian yang ramah.
3.
Punya semangat kerja sama yang ramah
4.
Kestabilan emosi dan tingkat laku yang sopan.
5.
Kesederhanaan
6.
Kemauan baik dan optimis.
Kualifikasi utama yaitu memiliki keahlian
pada bidangnya dan punya loyalitas yang tinggi. Konsekkuensi organisasi yang
menggunakan staf yaitu menambah biaya administrasi struktur orgasisasi menjadi
komplek dan kekuasaan, tanggung jawab serta akuntabilitas.
Wewenang lini ( Lini Authority ) Yaitu
atasan langsung memberi wewenang kepada bawahannya, wujudnya dalam wewenang
perintah dan tercermin sebagai rantai perintah yang diturunkan ke bawahan
melalui tingkatan organisasi.
Wewenang Staf ( Staff management ) Yaitu hak
para staf atau spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi konsultasi pada
personalia lini.
Hal yang perlu diperintahkan dalam
mendelegasikan suatu kegiatan kepada orang yang ditunjuk yaitu:
1.
Menetapkan dan memberikan tujuan serta kegiatan yang akan
dilakukan.
2.
Melimpahkan sebagian wewenangnya kepada orang yang di
tunjuk
3.
Orang yang ditunjuk mempunyai kewajiban dan tanggung
jawab yang harus dilaksanakan agar tercapainya tujuan.
4.
Menerima hasil pertanggung jawaban bawahan atas
kegiatan yang dilimpahkan.
5.8 Sentralisasi Dan Desentralisasi.
Sentralisasi berarti ada pemutusan dalam
pendelegasian wewenang pada tingkat atas, sedangkan desentralisasi berhubungan
dengan sampai dimana manajer melimpahkan wewenangnya kepada bawahan, apakah
hanya sampai kepala bagian, kepala devisi atau kepala cabang dan lain
sebagainya.
Ternyata dengan desentralisasi tugas dan wewenang semua kegiatan dimonitor secara cepat dan tepat. Ada faktor yang mempengaruhi derajat desentralisasi yaitu:
Ternyata dengan desentralisasi tugas dan wewenang semua kegiatan dimonitor secara cepat dan tepat. Ada faktor yang mempengaruhi derajat desentralisasi yaitu:
1.
Filsafat manajemen
2.
Ukuran dan tingkat pertumbuhan organisasi
3.
Startegi dan lingkungan organisasi
4.
Penyebaran geografis organisasi
5.
Tersedianya peralatan pengawasan yang efektif
6.
Keanekaragaman produk dan jasa
7.
Karakteristik organisasi lainnya.
8.
Kualitas manajer.
5.9
Penyusunan
Personalia ( Staffing )
Proses Penyusunan Personalia
Fungsi ini dilaksanakan dalam dua tipe
lingkungan, yaitu lingkungan eksternal yaitu semua faktor diluar organisasi
yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi organisasi dan lingkungan
inner yaitu semua cause di dalam organisasi.
Proses penyusunan personalia terdiri atas :
Proses penyusunan personalia terdiri atas :
1.
Perencanaan sumber daya manusia
2.
Penarikan tenaga kerja
3.
Penyeleksian tenaga kerja
4.
Pengenalan dan orientasi organisasi
5.
Latihan dan pengembangan karyawan
6.
Penilaian pelaksanaan kerja karyawan
7.
Pemberian balas jasa dan penghargaan
8.
Perencanaan dan pengembangan karier.
BAB VI
TEAM WORK
6.1
Tujuan
Team Work
Kerjasama
dalam tim atau seringkali diistilahkan teamwork berarti melakukan suatu
aktivitas kerja bersama lebih dari 1 orang dalam sebuah team untuk mencapai
suatu goal. Bila diamati, setiap bentuk aktivitas terutama dalam organisasi
lebih dari 90% aktivitas itu adalah kerjasama dan sedikit bidang yang
aktivitas-nya tidak memerlukan kerjasama.
Setiap
unit kerja, bidang atau bagian umumnya memiliki tujuan yang akan dicapai dengan
format yang sudah jelas, sehingga apabila kita perhatikan secara lebih dalam
tingkat keberhasilan masing-masing kelompok tersebut akan sangat dipengaruhi
oleh dinamika kerjasama kelompoknya.
6.2
Kerjasama Kelompok dalam Organisasi
Situasi
saat ini jelas berbeda dengan 10 tahun lalu, atau bahkan 5 tahun lalu ketika
iklim politik masih kental dengan centralization. Sampai pada tahun 2005
istilah pilkada (pilihan kepala daerah) menjadi tren perkataan yang sering
didengar di berbagai media, tv, radio apalagi surat kabar dengan berbagai
informasi-informasi yang tidak henti-hentinya diberitakan. Tren tahun itu
adalah titik puncak (mungkin..kita belum melihat beberapa tahun ke depan)
desentralisasi.
Benarkah kondisi saat ini mempengaruhi
organisasi-organisasi lain, baik bisnis maupun non-profit? Sedikit
banyak akan berpengaruh. Beberapa organisasi dengan sistem kepemimpinan hirarki
memang banyak ditemui, tapi melihat trend gejala sosial dan politis, angin
perubahan mulai tampak menuju sistem yang lebih terbuka dan transparan. Bawahan
mulai mudah untuk mengkritisi atasan, apalagi rekan satu ordinat akan lebih
mudah lagi atau terbuka dalam menyampaikan segala sesuatu kritikan, opini
ataupun saran. Dari gejala seperti ini tampak pola kerjasama sedang mengalami
perubahan dari sistem yang terpusat menjadi sistem desentralisasi. Pola trend
modern ini diterjemahkan oleh beberapa ahli menjadi suatu pola kerjasama
networking.
Seorang
pemimpin, dengan situasi saat ini sudah saatnya harus mampu melibatkan diri
secara langsung dengan bawahan, dan tiap anggota kelompok memiliki peran yang
lebih banyak daripada hanya menjadi komponen pasif dari sebuah dinamika
kerjasama. Peran pemimpin terhadap bawahan untuk kondisi saat ini sudah saatnya
mengarah pada keterlibatan secara aktif pada tiap-tiap angota kelompok atau
unit kerja dalam memecahkan masalah sehari-hari. Sebagai peran pemimpin juga
harus bisa menciptakan iklim kerjasama sebagai kondisi yang tangguh.
Organisasi
bisnis dituntut untuk melakukan suatu kerjasama yang sinergis menghadapi suatu
iklim kompetisi. Ingat, kompetisi di dunia bisnis jauh dari fairness, apabila
iklim tersebut tidak dibantu oleh situasi politik yang stabil sehingga
kesinergisan internal organisasi benar-benar suatu syarat mutlak agar organisasi
mampu menghasilkan strategi bisnis yang handal dan mampu menjaga iklim
kompetisi dengan dunia luar.
Tuntutan
kondisi yang semakin terbuka, dinamis dan pengaruh suatu organisasi dengan
iklim luar semakin mudah diakses, maka peran pemimpin dituntut dapat mengembangkan
gaya manajerial yang partisipatif dengan secara intensif melibatkan diri pada
pemecahan masalah bersama dengan anggota unit kerjanya. Ia harus mampu
membangun semangat kerjasama dengan anggota unit kerja dengan unit kerja yang
lain. Disini peran networking semakin besar dimana tuntutan kinerja antar
bidang semakin terbuka dan didasari oleh tuntutan produktifitas organisasi yang
semakin tinggi dikarenakan iklim competitiveness tersebut.
6.3
Definisi Kerjasama
Kerjasama
dapat dikatakan sebagai sekumpulan orang yang memiliki tujuan sama saling
berinteraksi dalam kinerja membentuk suatu kolaborasi usaha pada setiap anggota
kelompok sesuai peran masing-masing. Ahli lain menyebutkan : sekumpulan
individu membentuk hubungan yang selaras untuk mencapai tujuan yang sama.
Dari
paparan definisi tentang kerjasama, dapat maka terdapat beberapa dimensi
penting yang terkandung dalam kerjasama tersebut, yaitu:
1. Anggota
kelompok
2. Peran
3. Tugas
4. Tujuan
Dalam
sebuah organisasi, terdapat level of teamwork mengacu pada komponen dimensi
kerjasama seperti disebutkan diatas, yaitu:
1. Kerjasama
pimpinan puncak, terdiri dari tiap-tiap pimpinan sub-organisasi (Kepala Bagian,
Manajer)
2. Project
Team, terdiri anggota kelompok usaha dari berbagai tingkatan dan fungsi untuk
menyelesaikan suatu tugas tertentu.
3. Kelompok
kerja, terdiri dari anggota kelompok unit usaha yang menjalankan unit-unit
kerja operasional rutin.
6.4 Efektifitas
Kelompok
Suatu
kelompok dikatakan sebagai teamwork dan menghasilkan suatu hasil yang optimal
memiliki banyak dimensi, diantaranya adalah:
1. Goal
setting: suatu kelompok kerja akan dapat secara efektif menghasilkan suatu
tujuan apabila memiliki goal setting yang sama.
2. Komitmen:
seberapa besar tiap-tiap komponen kelompok memiliki komitmen
3. Effective
role: setiap anggota kelompok harus memiliki peran-peran tersendiri dan
dituntut untuk sinergis dalam melakukan usaha.
4. Leadership:
komponen penting suatu kelompok akan menjadi efektif atau tidak banyak
dipengaruhi oleh kepemimpinan.
Efektivitas
kinerja tim dapat tercapai apabila kinerjanya dilandasi empat faktor diatas dan
dalam membangun dan mengembangkan kelompok kerja maka tiap individu merupakan
kunci efektif atau tidaknya suatu usaha kerjasama.
Terjadi
proses-proses natural sebuah kerjasama terbentuk, yaitu:
1. Pembentukan
kelompok yang diawali dengan proses rekrutmen. Pada tahap ini masing-masing
anggota masih berusaha untuk beradaptasi.
2. Proses
penjajagan dimana masing-masing anggota saling mencoba untuk menampilkan diri
dan berkolaborasi dengan mencoba peran-peran yang mungkin dilakukan,
bermunculan ide, konflik sampai munculnya peran yang sesuai di tiap anggota
kelompok, yaitu:
3. Kohesivitas,
dengan mulai munculnya perilaku-perilaku responsif sesama anggota kelompok,
ketergantungan dan dukungan dan intensi perasaan.
4. Kinerja
kelompok dimana pada kondisi ini ke-sinergis-an tiap-tiap peran kelompok mulai
jelas dan keharmonisan peran untuk mencapai suatu target.
6.5 Kepemimpinan
dalam Membangun Teamwork
Pemimpin
identik sebagai pengatur dan tugas utama pemimpin adalah untuk menyelaraskan
peran-peran anggota kelompok lain sehingga dapat melakukan kinerja dengan baik.
Peran pemimpin dituntut untuk aktif dalam memecahkan berbagai masalah karena
pemimpin merupakan tempat utama segala sesuatu berakhir, baik berupa keputusan,
dorongan atau motivasi untuk melakukan suatu usaha dan pada akhirnya
kepemimpinan yang menjadikan kerjasama dapat terbentuk secara stabil dalam
mencapai pemenuhan tujuan.
Peran
pemimpin harus memahami anggota-anggotanya baik sebagai individu maupun bagian
dari tim. Ia harus paham terhadap masing-masing tugas dan tanggunjawab anggota
kelompok, dinamika kelompok dari anggota dan mampu menyelaraskan kehidupan
organisasi sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung.
6.6
Individu sebagai anggota kelompok.
Individu
mau untuk terlibat dalam sebuah tim didasari dari beragam motivasi, baik berupa
dorongan kebutuhan, nilai atau eksistensi sosial yang dapat mencerminkan
keragaman motivasi seseorang untuk mau bergabung dalam organisasi. Disini
diperlukan suatu keselarasan peran yang disebabkan adanya beragam motivasi
tersebut. Adapun beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah: Task
enrichment: yaitu menyediakan suatu pekerjaan yang mencerminkan tantangan,
usaha ekstra yang berarti memberikan target prestasi dan memberikan kebebasan
yang lebih dalam cara mengerjakan tugas.
Involment,
memberikan suasana keterlibatan agar anggota kelompok merasa aman, nyaman
dan seterusnya akan mampu memberikan kepuasan dalam mengerjakan tugas. Hal ini
dapat dilakukan dengan membuka dan menerima ide-ide, meminta saran dan usulan
dari anggota kelompok atau usulannya dalam memecahkan masalah.
Achievement,
dorongan prestasi adalah motif yang banyak dimiliki oleh tiap individu dan
dengan memberikan tantangan kerja yang semakin meningkat akan membuat anggota
kelompok terlibat aktif dalam mencapai kinerja team yang semakin efektif.
Reward,
penghargaan adalah kebutuhan yang banyak diminati oleh individu. Dengan
memberikan penghargaan yang sesuai terhadap hasil maka kinerja akan terus
meningkat.
6.7
Tugas-tugas Unit Kerja Kelompok
Sebagai
pemimpin akan selalu mendistribusikan pekerjaan kepada sub-ordinatnya. Selain
itu juga tugas-tugas tiap unit kerja akan saling berhubungan dan peran pemimpin
yang harus mampu menyelaraskan tiap aktivitas yang ada. Agar dapat melakukan
kinerja yang efektif maka harus ada komitmen untuk melakukan suatu eksekusi
tugas. Oleh karena itu harus diawali dengan kesepakatan kerja sehingga
masing-masing pihak paham mengenai peran dan tanggung jawab yang harus
diselesaikan.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan penugasan kepada kelompok:
1. Deskripsi
pekerjaan
2. Unit
usaha mendukung target kelompok
3. Ketersediaan
sumberdaya
4. Metode.
Setelah
pembagian tugas dilakukan dengan baik, manajer bersama-sama anggota unit kerjanya
akan melaksanakan tugas dengan mengembangkan pola kerjasama yang baik. Disini
manajer dituntut untuk terlibat langsung dalam pemecahan masalah bersama serta
secara berkala mengadakan rapat-rapat kelompok dalam memonitor perkembangan
kemajuan pelaksanaan pekerjaan.
Adapun
langkah-langkah dalam menghadapi Task / tugas secara sistematis yang biasa
disebut sebagai ( 7D Scheme for team task ) adalah :
Define
> Draw > Discuss > Decide > Detail > Discharge > Dissect
DEFINE
1.
Jelaskan tugas
2.
Jelaskan kenapa tugas harus dilakukan
3.
Lakukan kesepakatan kerja untuk
mendapatkan komitmen
4.
Atasi kesulitan dan hambatan
5.
Target waktu yang tersedia
6.
Sebutkan keterbatasan-keterbatasan yang
dihadapi
DRAW
1.
Cari informasi yang relevan
2.
Periksa sumberdaya yang tersedia
3.
Pertimbangkan apakah perlu sumberdaya
tambahan
4.
Periksa kemampuan, pengetahuan dan
ketrampilan anggota
5.
Cari pengetahuan dan pakar terkait bila
diperlukan
DISCUSS
1.
Set prioritas
2.
Kumpulkan gagasan-gasasan penyelesaian
masalah – brainstorming , dll
3.
Temukan alternatif-alternatif pemecahan
4.
Cari lebih jauh sudut pandang yang lain
5.
Tanyakan lagi ide-ide yang sudah ada /
uji lagi
6.
Sintesakan penyelesaian terbaik
7.
Pertimbangkan konsekuensi dari tindakan
yang akan diambil
DECIDE
1.
Usahakan lakukan konsensus untuk kesepakatan
bersama
2.
Dorong anggota kelompok kearah keputusan
yang tajam dan akurat
3.
Buat rencana kerja yang sederhana tapi
dapat dijalankan
4.
Buat rencana alternative, bila
diperlukan ( contigency plan)
DETAIL
1.
Berikan penugasan dan yakinkan setiap
anggota mendapatkan tanggungjawab yang menantang
2.
Berikan penjelasan yang rinci kepada
anggota mengenai tugasnya
3.
Alokasikan tugas-tugas khusus kepada
orang yang tepat
4.
Periksa bahwa setiap anggota memahami
kontribusinya terhadap target kelompok
5.
Distribusikan sumberdaya yang ada
6.
Jelaskan kemungkinan-kemungkinan yang
ada
7.
Tentukan checkpoint / ukuran
kemajuan kerja
DISCHARGE
1.
Periksa bahwa tindakan mengarah ke
sasaran kerja
2.
Perhatikan perbedaan-perbedaan antara
aktual dengan rencana
3.
Bantu dan intervensi bila diperlukan
4.
Bimbing dan latih anggota bila perlu
5.
Periksa kriteria kinerja
6.
Monitor kemajuan
7.
Jaga agar anggota kelompok tetap
memiliki dan mendapatkan informasi yang terakhir / up-to-date
8.
Berikan dukungan dan semangat.
DISSECT
1.
Simpulkan kemajuan kerja
2.
Rencanakan kembali bila perlu
3.
Mintakan umpan balik pada proses dan
hasil kerja
4.
Berikan umpan balik kepada kelompok dan
angotanya
5.
Periksa nilai dari kontribusi
masing-masing anggota
6.
Identifikasi keberhasilan, dan
7.
Belajar dari kegagalan
6.8
Peran Kelompok
Meredith
Belbin memperkenalkan dinamika kelompok dengan melihat perbedaan peran dari
masing-masing anggota kelompok. Dalam kelompok, anggota dapat memberikan
kontribusinya sesuai dengan peran. Peran-peran tersebut adalah:
1. Coordinator (mengkoordinir,
mengontrol, mengarahkan diskusi, memecahkan konflik, memotivasi dan melibatkan
anggota ),
2. Shaper (
biasa disebut action-man , cenderung tegas dan lugas, ingin segera
menyelesaikan tugas, task-oriented , tidak sabar , reaktif dan kurang
mau mengerti orang lain),
3. Plant (
creatif, banyak ide, senang merencanakan sesuatu dengan matang, berusaha
mencari alternatif pemecahan baru ),
4. Monitor evaluator (
seorang quality controller, kritis, suka menilai dan memantau, analisa tajam ),
5. Implementer (
pelaksana yang suka diberitahu detil mengerjakan suatu tugas, tidak suka
perubahan ),
6. Team worker (interaksi
sosial baik, pandai bergaul, dapat membaca perasaan orang lain dan membangun
suasana ).,
7. Resorce investigator (
pencari referensi, bergaul dengan kelompok eksternal, pandai membangun jaringan
kerjasama ),
8. Completer (
penuntas pekerjaan, pemerhati deadline, sistematis, detil pekerjaan diikuti
dengan tekun ),
9. Specialist (
ahli dalam bidang tertentu yang dibutuhkan kelompok ).
Dalam membangun
suatu kelompok kerja, ia menyebutkan bahwa paling tidak terdapat tiga anggota
yang dapat memerankan tiga peran utama, yakni; Coordinator, Plant dan
Monitor , kemudian yang lain komposisinya sebagai Implementer, Team
worker, Resource Investigator, Compliter dan Specialist. Pada dasarnya
seorang individu dapat memerankan beberapa role team diatas. Namun
demikian secara karakteristik individunya, peran seseorang akan memiliki 3
kategori, yaitu ;
a) peran
yang sebaiknya / Roles best avoided
b) Peran
yang bisa disesuaikan / manageable role
c)
Peran yang alami / natural role
BAB VII
LEADRSHIP
7.1 Pengertian
Leadership
Kepemimpinan atau Leadership
merupakan proses pengaruh atau mem-pengaruhi antar pribadi atau antar orang
dalam situasi tertentu. Menurut George R. Terry, sebagaimana dikutip oleh Sardjuli,
Leadership is the relationship in which one person, or the leader,
influences others to work together willingly on related tasks to attain that
whick the leader desires.
Term kepemimpinan tak lepas dari unsur influencer,
yakni yang mem-pengaruhi dan influence, yakni yang dipengaruhi.
Sardjuli menyimpulkan, ada beberapa unsur pokok kepemimpinan, yaitu:
1. Adanya
interaksi, yaitu hubungan timbale balik saling mempengaruhi antar
anggota dalam kelompok.
2. Adanya
pemimpin,yaitu orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang
lain mau berbuat atau bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan mampu
membina serta mengembangkan interaksi antar anggota dalam kelompok.
3. Adanya
terpimpin atau pengikut, yaitu menerima pengaruh.
4. adanya
sarana atau alat untuk mempengaruhi orang lain dan untuk menjalin
serta meningkatkan integritas kelompok, sehingga mereka secara sadar dan ikhlas
mau bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
5. Adanya
tujuan yang akan dicapai bersama-sama.
Dalam makalah ini,
lebih khusus akan membahasan kepemimpinan (leadership) dalam manajemen
pendidikan. Berbagai pertanyaan, seperti: bagaimana konsep kepemimpinan,
kepemimpinan dan manajemen, seni kepemimpinan, dan kepemimpinan dalam manajemen
berbasis sekolah (MBS), akan dibahas dalam makalah ini dengan merujuk sumber
utama, yakni: buku Leadership and Strategic Management in Education,
karya Tony Bush dan Marianne Coleman dan buku-buku lain yang mendukungnya.
7.2 Konsep
Kepemimpinan dalam Kultur
Konsep kepemimpinan sangat kompleks dan
mengalami perkembangan. Tulisan-tulisan tentang kepemimpinan kebanyakan disadur
dari kultur Barat, khususnya dari Amerika Utara. Namun, kepemimpinan
dipahami secara berbeda dalam kultur yang berbeda. Oleh karena itu,
diperlukan banyak upaya untuk mempelajari dan memahami kepemimpinan dari sudut
pandang kultural.
Hofstrede (1980; 1991) telah melakukan
penelitian tentang pentingnya variabel-variabel berikut dalam suatu kultur :
1. Individualism,
otonomi
individu versus tanggungjawab terhadap kelompok
2. Masculinity,
bagaimana
peranan laki-laki dan perempuan dalam masya-rakat dibedakan.
3. Powerdistance,
bagaimana
terjadi ketidaksamaan
4. Uncertainly
avoidance, tingkat perhatian terhadap hukum dan
aturan.
Uraian tentang variable tersebut di
atas, menunjukkan bagaimana ia menjadi relevan dengan cara-cara kepemimpinan
dalam masyarakat yang berbeda-beda. Misalnya, dari 53 negara, Amerika Serikat,
Australia, dan Inggris Raya menduduki peringkat pertama, negara kedua dan
ketiga memiliki ciri masyarakat individualistis.
Berbeda lagi dengan Hongkong, Singapura,
Malaysia, dan Thailand yang memiliki cirri masyarakat kolektif. Mereka
cenderung mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan individu.
Dari wacana di atas, pola hubungan power
distance antara negara Barat dan Timur memiliki perbedaan yang tajam.
Perbedaan tersebut terletak pada ketidaksamaan dalam kekuasaan (power),
peran individu, peran gender, toleransi terhadap tingkat perhatian pada hukum
dan aturan. Perbedaan tersebut sangat penting diketahui untuk memahami
bagaimana perbedaan peran pemimpin dalam kultur yang berbeda.
7.3 Kepemimpinan
dan Manajemen
Kepemimpinan dan manajemen bukanlah
merupakan terma yang sinonim. Seseorang bisa menjadi pemimpin tanpa harus
menjadi manajer. Misalnya seseorang bisa melaksanakan fungsi-fungsi simbolik,
inspirasional, educational, normative kepemimpinan dalam merepresentasikan
kepentingan organisasi tanpa harus melaksanakan fungsi manajemen. Sebaliknya,
seseorang bisa menjadi manajer tanpa harus menjadi pemimpin.
Dengan demikian, kepemimpinan diidentikkan
dengan visi dan nilai-nilai, sedangkan manajemen diidentikkan dengan proses dan
struktur.
1. Seni
Kepemimpinan
Seni bisa berarti ketrampilan intuitif, “tahu
melaksanakan”, namun juga mengindikasikan “refleksi aksi”. Refleksi tentang
aksi manajer/pemimpin dilakukan dalam
konteks kultur sebuah organisasi yang berperan seperti
wadah pengalaman masa lampau, organisasi menjadi gudang pengetahuan kumulatif
yang dikembangkan. Dengan demikian, organisasi dan kulturnya mungkin bisa
membuat perubahan menjadi kondusif atau sebaliknya.
2.
Manajemen
Taktis dan Strategis
Perbedaan antara manajemen dan kepemimpinan dapat
dikaitkan dengan pembedaan antara kepemimpinan taktis dan strategis sebagaimana
disampaikan Sergiovanni.
Menurut Sergiovanni (1984) kepemimpinan taktis mencakup
analisis terhadap kegiatan administratif dengan skala kecil, namun memberikan
perhatian pada tujuan secara lebih besar. Berbeda dengan kepemimpinan
strategis, merupakan seni dan ilmu yang memfokuskan perhatiannya pada
kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan dengan rencana-rencana jangka panjang.
3.
Ketentuan
Kepemimpinan
Menurut Bennis (1984) seorang pemimpin secara umum concern
terhadap upaya untuk melakukan
sesuatu yang benar dan tidak concern terhadap upaya untuk melakukan sesuatu dengan benar.
4.
Kekuatan
Kepemimpinan
Menurut Sergiovanni (1984) ada lima kekuatan kepemimpinan
secara hirarkis, yakni :
1.
Teknis, yaitu teknik-teknik manajemen. Pemimpin menjadi
penggerak manajemen.
2.
Manusia,
yaitu sumber daya sosial dan interpersonal. Pemimpin sebagai penggerak manusia.
3.
Pendidikan, yaitu kepakaran di bidang pendidikan. Pemimpin
bertindak sebagai praktisi klinis.
4.
Simbolik, yaitu memfokuskan perhatian pada hal yang penting.
Pemimpin sebagai ketua.
5.
Kultural,
yaitu membangun sebuah kultur sekolah yang unik. Pemimpin sebagai tokoh
spiritual.
Dengan demikian, para pemimpin sekolah mempunyai tanggung
jawab yang memiliki implikasi yang besar terhadap perbaikan dan peningkatan
yang dialami sekolah tersebut. Secara khusus, pemimpin diasosiasikan dengan
pengembangan dan pengomunikasian sebuah visi sekolah. Oleh karena itu, pemimpin
diharapkan mampu mendorong dan meningkatkan keterlibatan dan pemahaman staf.
5.
Teori
dan Praktek
Perbedaan antara kepemimpinan dan manajemen dapat menyembunyikan
fakta bahwa banyak pemimpin yang menghabiskan waktunya untuk mengerjakan
sesuatu yang sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai pekerjaan administratif.
Secara praksis pekerjaan administratif merupakan pekerjaan menajer. Di
sinilah, menurut teori dan praktek, sering terjadi disposition antara
pekerjaan seorang pemimpin dengan manajer.
Ada dua cara
penting untuk menganalisa pola-pola kepemimpinan. Pertama, adalah
pembedaan antara otokrasi dan demonstrasi, cara ini diasosiasikan dengan
penelitian Tennenbaum dan Schimdt (1973); cara kedua, adalah didasarkan
pada dominasi relatif yang ada dalam diri seorang pemimpin, yaitu tentang
’perhatiannya terhadap orang dan hubungan-hubungan’ atau ’perhatiannya terhadap
produksi atau hasil’; teori ini diasosiasikan dengan penelitian Blake dan
Mouton (1964).
Konsep-konsep ini sangat membantu dalam menguji
kepemimpinan dalam teori organisasi, yang menekankan pada teori-teori
situsional dan kontingensi. Teori-teori tersebut mengakui pentingnya interaksi
pemimpin dan lingkungannya: ’mereka mengakui bahwa pola dan sikap kepemimpinan
yang tepat dan sukses akan berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi yang
ada.
Hal ini
menegasi bahwa pola kepemimpinan dalam suatu kelompok di-sesuaikan dengan
situasi dan kondisinya. Misalnya, kepemimpinan di Sekolah, berbeda dengan
kepemimpinan di madrasah ataupun pesantren. Walaupun kepemimpinan sangat
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi, ada dimensi lain dalam kepemimpinan yang
baik, khususnya dalam lingkungan pendidikan, misalnya: pentingnya visi, manfaat
kepemimpinan transformasional, menempatkan pendidikan anak didik dan murid pada
posisi utama dalam perencanaan dan manajemen, dan dimensi moral dan etis
kepemimpinan dalam pendidikan. Lebih dari itu, kepemimpinan dalam pendidikan mengalami
banyak tantangan bersamaan dengan maraknya otonomi sekolah.
Sifat dan watak kepemimpinan dalam manajemen pendidikan
ditinjau dengan konsep visi, dapat digeneralisasikan sebagai berikut:
1.
Penekanan
harus diberikan pada kepemimpinan transformasional daripada transaksional.
2.
Pemimpin
yang terkemuka memiliki sebuah visi bagi organisasinya.
3.
Visi
harus dikomunikasikan dengan suatu cara yang dapat menjaga komitmen para
anggotanya organisasi.
4.
Komunikasi
visi memerlukan komunikasi makna.
5.
Isu-isu
nilai – ’apa yang seharusnya’ – adalah utama bagi kepemimpinan.
6.
Pemimpin
memiliki peranan penting dalam mengembangkan kultur organisasi.
7.
Studi
tentang sekolah-sekolah terkemuka memberikan dorongan untuk melaksanakan school
based management dan collaborative decision-making.
8.
Terdapat
banyak kekuatan kepemimpinan – teknis, manusia, pendidikan, simbolik, dan
semuanya itu harus dihilangkan dalam sekolah.
9.
Perhatian
harus diberikan kepada institusionalasasi visi jika kepemimpinan jenis
transformatif ingin sukses.
10.
Kualitas
stereotip ’laki-laki’ dan ’perempuan’ sangat penting dalam kepemimpinan, tanpa
menghiraukan jenis kelamin.
11.
Penekanan
harus diberikan pada kepemimpinan transformasional daripada transaksional
12.
Pemimpin
yang terkemuka memiliki sebuah visi bagi organisasinya.
13.
Visi
harus dikomunikasikan dengan suatu cara yang dapat menjaga komitmen para
anggotanya organisasi.
14.
Komunikasi
visi memerlukan komunikasi makna.
15.
Isu-isu
nilai – ’apa yang seharusnya’ – adalah utama bagi kepemimpinan.
16.
Pemimpin
memiliki peranan penting dalam mengembangkan kultur organisasi.
17.
Studi
tentang sekolah-sekolah terkemuka memberikan dorongan untuk melaksanakan school
based management dan collaborative decision-making.
18.
Terdapat
banyak kekuatan kepemimpinan – teknis, manusia, pendidikan, simbolik, dan semuanya
itu harus dihilangkan dalam sekolah.
19.
Perhatian
harus diberikan kepada institusionalasasi visi jika kepemimpinan jenis
transformatif ingin sukses.
20.
Kualitas
stereotip ’laki-laki’ dan ’perempuan’ sangat penting dalam kepemimpinan, tanpa
menghiraukan jenis kelamin.
BAB VIII
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan
mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca
yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis
demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan –
kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Duncan Hallas 1984
2.
What do we mean by ...?, Socialist
Worker Review, No.68, Sep 1968, hlm.10.
Einde OCallaghan untuk Marxists Internet Archive.
Einde OCallaghan untuk Marxists Internet Archive.
3.
Djohar, Pengembangan Pendidikan Nasional
Menyongsong Masa Depan, (Yogyakarta: CV. Grafika Indah, 2006)
4.
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis
Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.
5.
Sardjuli, Administrasi dan Supervisi
Pendidikan, (Solo: Era Intermedia, 2001)
6.
Tony Bush dan Marianne Coleman, Leadership
dan Strategic Management in Education, (London: Paul Chapman Publishing
Ltd, 2000) atau edisi terjemahan oleh. Fahrurrozi dalam Manajemen Strategis
Kepemimpinan Pendidikan, ( Yogyakarta: IRCiSod, 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar